Dengan kayanya Indonesia dengan kebudayaan, masing-masing daerah memiliki hasil kain batik dengan khas tersendiri. Diwawancarai INBISNIS, Minggu (11/4), A. A. Bagus Cahya Dwijanata, SH., seorang kolektor batik asal Jimbaran, Bali ini berbagi kisahnya.
Dia mengatakan, motivasinya dalam mengoleksi batik adalah ingin melestarikan warisan budaya nusantara dan tanggung jawab moral untuk memiliki kepribadian dalam kebudayaan.
"Terinspirasi dari tri sakti Bung Karno, implementasi berkepribadian dalam kebudayaan yang saya lakukan adalah menggunakan pakaian adat Bali yang baik dan benar, dengan itu saya tertarik untuk mengumpulkan udeng batik dan tekstil nusantara yang lain," katanya saat diwawancarai INBISNIS (11/4).
Baca Juga: Bendesa Adat Jimbaran Dukung Atlet Muda Berprestasi
Pemuda yang akrab disapa Gung Cahya tersebut telah memiliki 191 udeng atau destar (ikat kepala khas bali) yang terbuat dari kain batik.
"Sampai saat ini, jumlah batik yang saya kumpulkan bersama ayah (IGKG Yusa Arsana Putra, SH) untuk jenis udeng sebanyak 191 lembar, serta juga ada beberapa kain batik, begitu pula dengan saput (kampuh bali)," tambahnya.
Alumni Fakultas Hukum UNUD tersebut mendapatkan berbagai jenis batik dari warisan sang ayah yang juga merupakan kolektor batik serta berburu batik di berbagai wilayah.
"Untuk batik sendiri, mulai mengumpulkan bersama-sama dengan ayah, sebenarnya ayah mulai mengumpulkan sejak 1994, sedangkan saya ikut sejak tahun 2005 saat mulai tahu batik," tutur Gung Cahya.
Baca Juga: Upacara Melaspas Pelinggih Taru Kepah Agung Desa Adat Jimbaran
"Batik-batik tersebut berasal dari Bali tentunya, Solo, Jogja, Madura dan wilayah lain di Indonesia yang memiliki udeng batik," lanjutnya.
Untuk kisaran harga dari udeng batik sendiri, mulai dari 10 ribu rupiah hingga 3 juta rupiah.
Koleksi batik milik Gung Cahya dan Ayahnya
"Koleksi batik yang saya punya saya dapat mulai dari harga 10 ribu sampai dengan 3 juta rupiah, tergantung jenis dan tahun pembuatan, biasanya semakin lama usia batik tersebut, harganya makin meningkat," sambungnya.
Ditanya terkait koleksi batik terfavorit, Gung Cahya enggan memilih salah satunya, karena menurutnya semua batik memiliki ciri tersendiri.
Baca Juga: Meski Pandemi, Rangkaian Hari Raya di Bali Tetap Berjalan
"Kalau ditanya yang favorit, 191 lembar (batik) itu adalah favorit saya, karena semua udeng tersebut sudah pernah digunakan meskipun hanya beberapa kali," imbuhnya.
Sebagai generasi milenial, Gung Cahya berharap agar masyarakat Indonesia tidak meninggalkan warisan nusantara, khususnya pria Bali untuk tetap menggunakan udeng batik tulis.
"Saya berharap, penggunaan udeng batik tulis bisa lebih masiv untuk generasi muda, disamping untuk melestarikan warisan nusantara, juga dapat membantu menghidupi pengrajin batik tulis untuk berkarya," tandas Gung Cahya.
(Koko/Red*)