Buaya yang datang dari arah laut Sawu tersebut ditemukan di sebuah kali air, di sekitar Wei Puhe tepatnya di Ta’ Telun, Bean. Warga yang baru pulang menyulu, kemudian menyampaikan fenomena aneh tersebut kepada warga lainnya termasuk mengundang salah seorang tetua adat setempat untuk membuat ritual agar buaya tersebut bisa kembali ke tempat asalnya di laut.
Namun demikian, buaya dengan tangan kanan puntung tersebut tetap berada di tempat, di Ta’ telun, seolah-olah mau menyerahkan diri untuk dibunuh. Tetua adat kemudian melakukan ritual tradisional lagi tetapi hasilnya tetap sama.
Ritual tersebut, menurut Syukur, salah seorang warga Bean, agar Buaya yang diyakini secara tradisional di kalangan orang Kedang sebagai “Nenek Moyang” tersebut bisa diselamatkan.
Dua kali ritual adat dilakukan tetapi tetap saja buaya atau “Nenek moyang” tersebut tidak mau berbalik haluan ke arah laut. Warga pun semakin berdatangan dan atas kesepakatan bersama, mereka manangkap buaya tersebut dengan menggunakan tali nilon.
Buaya tersebut juga mempertahankan diri untuk melawan warga yang ingin menangkapnya. Setelah kurang lebih satu jam lamanya, buaya tersebut pun berhasil ditangkap dan kemudian dibunuh karena sudah makan korban jiwa.
Menurut Syukur, saat ditemui di lokasi kejadian, hingga kini sudah ada dua warga Bean yang kehilangan nyawa akibat dari kebuasan buaya. Karena itu, walaupun diyakini sebagai “Nenek moyang”, warga Bean yang hadir bersepakat untuk menghabisinya.
“Kalau nenek kenapa makan manusia bahkan terus-terus. Buaya ini sendiri naik ke daratan dan tidak mau pulang. Kita sudah suruh molan (dukun adat) untuk buat ritual tapi dia tidak mau pulang. Mungkin dia mau serahkan diri, ya kita bunuh saja supaya buaya lain tobat,” ungkapnya.
Menurut pengakuan warga yang ada di lokasi, daging buaya tersebut kemudian akan dijadikan makanan untuk dinikmati, khusus bagi warga yang bisa menyantap daging buaya.
(Antonius Rian/Redaksi)