Pemerintah, sebelumnya sudah sempat menerapkan tax amnesty jilid 1 yang diklaim berhasil. Pada saat itu pemerintah berhasil medapatkan penerimaaan pajak yang cukup besar sejumlah Rp 107 Triliun.
Polemik muncul, dalam situasi seperti ini relevansi pemerintah mengeluarkan kebijakan tax amnesty dinilai tidak memiliki urgensi. Pengamat pajak Fajry Akbar sepeti dikutip dari hukumonline.com, menilai kebijakan tax amnesty tidak memiliki urgensi untuk diterapkan kembali.
|Baca Juga: 49 Aturan Pelaksanaan Undang-Undang Ciptaker Akhirnya Diundangkan
“Saya kira amnesti pajak jilid II tidak tepat dan tidak ada urgensinya. Mengapa tidak tepat? Kita tahu, dalam amnesti pajak jilid I pemerintah selalu gembar-gembor jika amnesti pajak hanya diselenggarakan sekali saja. Kredibilitas pemerintah akan turun,” katanya pada (23/3) seperti dilansir dari Hukumonline.com.
Dirinya membeberkan beberapa alasan mengapa pengampunan pajak jilid 2 tidak tepat dilakukan. Pertama,menurut dirinya kebijakan ini tidak akan berjalan efektif karena dilakukan berulang dalam jangka waktu yang berdekatan.
Selanjutnya jika pemerintah tetap melakukan, maka berhati-hatilah kepercayaan rakyat akan luntur, dan ketiga kalau kebijakan ini benar terjadi, dirasa rakyat atau wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty jilid I dan rakyat yang patuh bayar pajak ajan merasakan ketidakadilan sehingga dikhawatirkan menurunkan kepatuhan wajib pajak.
|Baca Juga: Imbas UU Cipta Kerja, IMB Berubah Jadi PBG
Fajry Menegaskan sejatinya amnesty pajak dimungkinkan untuk dilakukan berulang kali, akan tetapi menurutnya kebijakan tersebut urgensinya harus jelas serta tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu yang berdekatan.
(Red*/Made)