Dalam perjalanan samar-samarku, aku mendengar alunan musik yang yang menggema memecahkan keheningan siang itu, ditengah langit biru yang masih ditutupi awan hitam.
Aku terus menahan gas sepeda motorku sembari terus memasang kuping pada alunan musik yang terdengar dan mencaritahu sumber dentuman musik itu.
Semakin kudengar jelas sebuah tembang, yang berjudul Kaka Main Salah mengalun manja, memantik simpati sehingga aku sedikit berkonsentrasi mendengarkannya.
"Kaka main salah, Kaka main salah, Nona Pung belis mahal, terpaksa kaka mundur saja", Begitu sekilas kutipan lirik lagunya.
Aku merendahkan gas sepeda motorku, mengambil haluan kiri kemudian memarkir sepeda motorku persis di depan gubuk sederhana, tempat alunan musik yang terus bersenandung.
Di gubuk sederhana itu aku jumpai sekelompok anak muda sedang bermain kartu. Aura sukacita dan kegembiraan mewarnai suasana perkumpulan mereka.
"Anak-anak muda disini setiap hari minggu begini, main gantung (kartu,red), setiap hari minggu, mereka disini refreshing, ada yang main kartu dan dengar musik". Ungkapan Yoakim Ndao, pemilik gubuk sederhana tempat mangkal anak mudah di kompleksnya, tepatnya di dusun 3, desa Marapokot, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
( Anak Muda Nampak Asyik bermain kartu melepas penat mereka, di hari Minggu )
Musik terus mengalun dari speaker tua, milik Nando, demikian Yoakim Ndao akrab disapa. Speaker yang usianya belasan tahun miliknya menjadi salah satu hiburan mereka untuk melepaskan penat tiap minggunya, atau ketika mereka lelah bekerja.
Aku terus menggali terkait situasi kekerabatan yang terjalin apa adanya, penuh canda dan tawa yang sedang ku tonton tersebut pada Nando.
Nando mengungkapkan bahwa mereka adalah anak petani. Hari-hari mereka bekerja di sawah. Hari Minggu merupakan waktu yang tepat bagi mereka untuk melepaskan leleh. Tidak perlu kemewahan, mereka cuma membutuhkan waktu rileks penuh kesederhanaan untuk melepaskan penat mereka. Bermain kartu dan mendengarkan musik sudah cukup bagi mereka untuk mengisi suntuk selama seminggu yang telah beraktifitas di sawah.
"Hari-hari kami kerja di sawah, jadi hari minggu begini sudah. Ada yang main kartu, ada yang dengar musik, sekedar refreshing. Mereka di rumah masing-masing ada musik, tapi mereka lebih senang kumpul disini. Disini mereka lebih bebas," Ungkap Nando.
Sementara asyik mengobrol bersama Nando, tiba-tiba kami disodorkan dengan menu lokal berupa pisang rebus dan sayur Lawar, rupanya makan ini merupakan makanan khas dan menu andalan mereka untuk mengisi kebersamaannya setiap minggu.
(Pisang Rebus dan Sayur Lawar makanan andalan Nando dan Kawan-kawan mengisi akhir pekannya di hari Minggu)
"Setiap hari minggu, kami begini-begini saja, rebus pisang, lawar daun ubi (singkong, red), dan daun pepaya baru makan rame-rame", demikian ungkap Nando menceritakan rutinitas mereka, kelompok anak muda, anak petani dari sebuah desa kecil di pinggiran Kota Mbay.
Susana tersebut sangat berkesan, potret kebersamaan yang jarang ditemukan di era sekarang, ditengah lajunya perkembangan informasi dan teknologi. Namun, Nando dan kawan-kawannya masih menikmati indahnya kebersamaan dalam kesederhanaan dengan penuh suka cita.
( Petrus Fua Betu Tenda / FF )