Jarak lokasi gempa lebih dekat ke Pulo Madu sehingga wajar guncangan gempa meluluh lantakkan 2 (Dua) kecamatan terluar Kabupaten Kepulauan Selayar yakni Kecamatan Pasilambena dan Pasimarannu.
Gempa Larantuka tersebut menelan korban cedera berat dan ringan yang sampai saat ini belum ada laporan korban jiwa hanya saja korban materi sudah jelas banyak. Bukan hanya itu, peristiwa tersebut menyisakan banyak cerita dan menjadi kenangan buruk dari masing-masih orang yang mengalaminya.
Seperti halnya yang dialami Muh. Ansar salah seorang warga Desa Garaupa menceritakan pada kami Jurnalis Inbisnis Indonesia tentang sesaat sebelum dan sesudah gempa bumi terjadi pada 14 Desember 2021 lalu. Muh. Ansar menceritakan bahwa, beberapa menit sebelum gempa bumi terjadi saat itu dirinya sedang berada di kebun memanen buah kelapa kelapa miliknya yang akan diolah menjadi kopra.
" Pada saat kejadian kurang lebih Jam 11 siang, waktu itu saya berada di kebun sedang panen kopra, tiba-tiba terjadi guncangan yang sangat dahsyat selama kurang lebih 20 detik. Saya pun panik dan dalam pikiranku terlintas cuma 1 (Satu), mungkin ini sudah terjadi kiamat. Saya merasa seakan bola bumi, tanah yang kita injak ini seakan jatuh saking kuatnya goncangnya itu. Semua pohon kelapa saya lihat bergoyang bahkan ada yang tumbang, dan tanpa sadar bibirku hanya bisa kata La Illaha Illaullah" ucap Muh. Ansar dalam ceritanya, Jum'at, (1712/2021)
Setelah goncangang berhenti, Ansar langsung berlari kearah motornya yang dipakai sebelumnya dan dalam keadaan terbanting di tanah. Setelah itu dia menuruni bukit dari kebun kelapa ke arah perkampungan, di perjalan pulang ada beberapa pohon kelapa yang sudah bertumbangan terbentang menghalangi laju motornya. Dengan sekuat tenaga dibarengi kepanikan, dia bisa melalui rintangan tersebut.
"Setelah saya sampai di kampung sebelum sampai dirumah, saya melihat sudah banyak rumah yang roboh, baik rumah panggung kayu maupun rumah batu hancur berantakan. Saya berfikir, mungkin juga rumahku sudah ikut hancur tapi Alhamdulillah tidak ada kerusakan berat. Terlihat suasana warga kampung ribut dalam teriakan panik sambil berlarian ke arah bukit membawa barang seadanya. Saya pun berpikir akan terjadi tsunami. Sejenak melihat ke arah pantai, air laut semua memutih seperti mendidih dan berbusa," tutupnya.
Lain halnya yang dialami Mazuki salah satu alumni Unismuh Makassar Fakultas Pertanian yang satu Jurusan dengan Muh. Ansar di Agribisnis Pertanian namun beda domisili. Pulau Kalaotoa tempat tinggal Marzuki yang jaraknya lebih dekat lagi dari pusat gempa. Dia menceritakan bahwa, saat sebelum peristiwa itu dia berada di kantor KUA sedang mencetak buku nikah buat kedua calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan besoknya.
"Tak ada yang tahu, tiba-tiba saja ada guncangan yang begitu dahsyat sehingga pada saat saya spontan lari keluar dari ruangan bersama dengan yang lainnya untuk menghindari runtuhan langit-langit kantor. Namun sebelum sampai di luar, saya terlempar ke arah dinding kantor yang hampir roboh, lantai kantor terangkat dan terlihat banyak retakan dimana-mana. Saat itu saya sangat ketakutan sehingga tidak bisa lagi bergerak hanya bisa bersandar di dinding sambil melihat ke atas plafon mengawasi jika ada yang jatuh dari atas" ungkapnya.
Dia mengaku,saat itu dirinya tidak bisa lagi berbuat apa-apa dan akhirnya setelah guncangan agak rendah baru mencoba untuk berdiri dan berlari keluar kantor. Setelah sampai di halaman kantor, plafon kantor jatuh ke lantai dengan keras.
Dalam perasaan yang campur aduk dan tidak tahu mau berbuat apa lagi, pikirannya pun kosong. Marzuki tersadarkan kembali setelah ada seorang warga yang panggil untuk melihat keadaan rumah, barulah beranjak dan ikut berlari ke arah pemukiman dan ternyata rumah warga yang letaknya tidak jauh dari gedung kantor KUA sudah roboh.
"Setelah melihat itu saya semakin panik, lari semakin saya percepat kepikiran anak-anak, Ibu saya yang ada di rumah. Pikiran semakin kacau saat itu, belum juga terlalu jauh berlari ada lagi rumah yang roboh, warga semakin panik, dan lari berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri masing-masing serta mencari tempat yang lebih tinggi karena takut jika air laut akan naik. Setelah saya sampai di rumah saya lihat rumah saya sudah roboh dindingnya, terlihat warga sudah berada di badan jalan, masing-masing mencari keluarganya" sambung Marzuki.
Dalam keadaan mencekam tersebut, marzuki mengatakan bahwa, belum melihat keluarganya. Berusaha mencarinya sambil bertanya kesana kemari dan akhirnya dia menemukan Ibunya dengan perasaan sedikit legah dan menanyakan keberadaan anaknya. Ibunya menjawab bahwa, sudah ada warga yang menyelamatkan dan membawanya ke arah bukit. setelah itu melepaskan pandangan ke arah rumah-rumah tetangganya yang sudah roboh. Setelah itu dia pun pergi beriringan dengan warga lainnya menyusul dan mencari anaknya.
"Alhamdulillah saya bisa bertemu dengan anak-anak dan keadaannya sehat dan tidak terluka ibu juga demikian. Setelah guncangan susulan agak rendah, saya lihat sudah banyak rumah yang roboh, masyarakat tidak berani lagi untuk kembali kerumah karena trauma. Kami semua kemudian pergi ketempat yang lebih tinggi lagi untuk mengungsi dengan membawa peralatan dan perlengkapan seadanya," tutupnya.
(Andi Rusman/ Redaksi)