Koordinator lapangan aksi, Aulia Hakim mengatakan aksi long march berdaster merupakan pengingat bagi Gubernur bahwa, Tuanku Adalah Rakyat, Gubernur hanyalah mandat dan jabatan politik.
"Jawa tengah menjadi target investasi masuk, namun sayang Gubernur belum bisa merealisasikan slogannya bahwa "tuanku ya rakyat gubernur cuma mandat", ini terbukti dengan keputusannya terkait upah tahun 2022 yang hanya mengakomodir kepentingan pengusaha. Ungkapnya.
Menurutnya tahun ini perekonomian sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya, namun ia sangat menyayangkan dan kelihatan ironis apabila kenaikan upah justeru lebih rendah. Padahal Jawa Tengah jika di hitung rata-rata Nasional merupakan upah terendah dibandingkan Provins yang lain, semestinya seorang Gubernur lebih memperhatikan kepentingan Buruh dan Rakyat.
Ia juga menyinggung bahwa saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan UU Nomor 11 tahun 2020, bertentangan dengan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum
Selain itu. Tambahnya, menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 tahun 2020, tentang cipta kerja sebagaimana tercantum dalam putusan nomor 91/PUU-XVII/2020. Yang dibacakan pada tanggal 25 November 2021.
(foto: Menunggu Hasil Mediasi Antara Buruh dengan Gubernur)
Bahwa melalui surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/39 Tahun 2021, tentang upah minimum pada 35 ( tiga puluh lima ) kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2022 tertanggal 30 November 2021, secara "brutal hukum" Gubernur Ganjar Pranowo telah nekat menetapkan Upah minimum kabupaten dan kota (UMK) tahun 2022. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021, tentang Pengupahan yang Notabene sebagai perantara pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
Demikian keputusan Gubernur Jawa Tengah, Nomor 561/39 tahun 2021 tentang Upah minimum di 35 Provinsi, tertanggal 30 November masuk ke dalam kategori tindakan yang dilarang oleh putusan mahkamah konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVII/2020". Tegasnya.
Tambahnya "secara a contario, dapat dikatakan apabila pak Gubernur Jawa tengah tidak mencabut surat keputusan tersebut, maka pak Gubernur dapat dianggap mengabaikan atau bahkan melanggar putusan mahkamah konstitusi yang sama, artinya dengan melanggar konstitusi sebagai the supreme law of the land", Pungkasnya.
Aksi long march sendiri yang dilakukan oleh rekan KSPI Jateng dengan mengenakan daster perempuan/pakaian perempuan untuk mengingatkan pada pak Ganjar bahwa "Tuanku ya rakyat, gubernur cuma mandat" harus berani menegakkan dan patuh pada hukum sehingga bisa merevisi UMK tahun 2023 untuk naik 10%.
Memperhatikan tambahan buruh pada masa pandemi, atau setidaknya mengembalikan rekomendasi kepada bupati/walikota untuk dilakukan rekomendasi ulang." Terangnya.
(Adimungkas E / FF)