Hal mana diperkuat dengan PMK selama Pandemi Covid-19, dengan catatan pasien yang dilayani dengan kominikasi internet WA misalnya, memang pasien langganan dokter bersangkutan Misalnya pasien yang mengidap hipertensi, DM atau penyakir penyakit degeneratif lainnya.
Dewasa ini wacana meningkatkan pelayanan medis (kesehatan) di Rumah Sakit (RS) melalui digital mulai dikembangkan.
Dalam struktur organisasi Kemenkes telah ada Staf Ahli Bidang IT. Pada dasarnya satu dasa warsa belakangan, IDI dengan organisasi profesi dokter specialus telah menerapkan sistem tsb, walau masih terbatas.
Perki (Perhimpunan Dokter Kardio Vaskuler) di Makassar telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Makassar, misalnya ada pasien serangan jantung di Puskesmas yang dianggap serius oleh Dokter Puskesmas cukup.merekam jantung pasien dengan EKG baru hasilnya dikirim via WA ke Pusat Jantung Terpadu RSUP Wahidin Soedirohusodo tutur Dr Nona Ingranotubun DPDK salah seorang Kepala Puskesmas pada salah satu Seminar IDI beberapa waktu lalu.
Dalam mempercepat alur rujukan pasien BPJS Kesehatan membuat aplikasi SIRUTE. Sistem ini memudahkan satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya untuk merujuk pasien dan mengetahui kepastian diterima atau tidak oleh RS Rujukan. Semua sudah diketahui pasien dan keluarganya bahwa RS rujukan lengkap, ada laboratorium penunjang diagnostik, ada dokter spesialis yang akan menangani.
Menurut Dr Ahmad Dara Syahtuddin SpRad, pihaknya di bagian Radiolgy mulai dikembangkan sharing diagnosa dari gambaran rontgen pasien. Gambaran radiolgy pasien di baca bersamaan dengan teman sejawat lewat WA masing masing. Gunanya untuk memperkecil tingkat kesalahan sebab yang kita diagnosa gambar (pencitraan) film.
Malah Tele Medicine sejak tahun 90-an telah digunakan dengan menggunakan Antene Parabola yang memungkinkan seminar jarak jauh, tapi bukan mengdiagnosa penyakit pasien, tutur DR Dr A Armyn Nurdin MSc SpKKLP dalam Seminar bertajuk Etik dan Profesionalisme Kedokteran Dalam Era Digital yang diadakan MKEK IDIJakarta Pusat, (18/1/2022). Konsep tersebut mulai diatur regulasinya oleh Kemenkes.
Triyadi ST MSi Staf ahli IT Kemenkes dalam makalahnya mengingatkan ada beberapa tantangan penerapan digital healthcare di Indonesia yakni:
Pemerintah berperan penting dalam mempromosikan digitalisasi pelayanan kesehatan; Diperlukan kejelasan regulasi dalam mengatur e-health tetutama hukum perlindungan data pribadi:Pelayanan kesehatan harus tetap berfokus pada kebutuhan pasien; Pengetahuan dan skillsel sumber daya manusia harus ditingkatkan; Investasi jangka panjang di bidang digitalisasi.
"Jadi kendala bagaimana menjaga kerahasiaan penyakit pasien. Apakah dijamin tidak bocor ke pihak ketiga melalui jaringan digital berbasis internet.
Ada beberapa penyakit bagi kita orang Timur dianggap stigma memalukan kalau diketahui orang lain. Boleh boleh saja diterapkan sistem digitalisasi dalam pelayanan administrasi kesehatan, tapi mengdiagnosa penyakit paling bertanggungjawab dengan cara face to face", tutur DR. Dr. H. Syaruf Ibrahim SpB, Direktur Klinik Assyiqra Makassar.
Ia mengutip petuah gurunya alm Prof Dr AM Akil SpPD KGEH, bahwa banyak penyakit sudah bisa diprakirakan penyakitnya dengan anamnesr dan pemeriksaan fisik (auscultasi, perkusi dll).
"Ahli bedah ini mengingatkan jangan sampai karena promosi PBF alat alat kedokteran, kita paksakan RS RS menerapkan sistem digitalisasi. Bagaimana pun juga dalam perhitungan cash flow manajemen RS selalu memperhitungkan untung rugi. Ujing ujingnya pasien akan dibebani pembayaran," Paparnya mewanti wanti.
Ia mengakui kalau pènentuan diagnosa yang memakai pencitraan seperti gambaran EEG, EKG, CT Scan, Endoscopy, USG, Echo, memang bisa melalui satelisasi dan memang baik kalau 2-3 orang dokter yang membacanya.
(A Rivai Pakki / Redaksi)