Hal ini harus tetap menjadi perhatian serius di tengah pandemi Covid-19 karena anak yang menderita stunting kelak akan menghasilkan anak yang pertumbuhannya kurang bagus, pendek, kurus dan sel-sel otak kurang yang dampaknya IQ rendah.
"Tak ayal lagi bonus demokrasi yang diperkirakan tahun 2045 akan sulit tercapai karena kita melahirkan generasi muda mendatang yang kurang daya saing. Sekarang ini AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) masih tinggi. Bertambah parah lagi dengan jumlah penderita TB Paru bukannya membaik malah naik ke peringkat kedua di dunia."
Demikian paparan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Prof. Dr. Abdul Kadir SpTHT(K), Mars, PhD pada Webinar Dies Natalis FKUH, Sabtu (29/1/22).
Artinya program Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dalam terapi penyakit Tuberculosa Paru yang sudah lebih seperempat abad diprogramkan di Indonesia, tidak berhasil menurut salah satu sumber.
Menurut Prof. Abdul Kadir, parahnya penyebab kematian di Indonesia tetap penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, stroke, kanker, Diabetes Melitus (DM), Hipertensi dan lain-lain.
Makanya mulai tahun ini Kemenkes akan membangun RS Jantung, RS Kanker, RS Stroke di 34 provinsi karena ketiga penyakit ini masih menduduki peringkat teratas sebagai "pembunuh utama.
Mantan Direktur Utama RS Kanker Dharmais itu mengungkapkan bahwa Kemenkes ke depan akan melakukan transformasi di bidang kesehatan. Pengalaman selama era Pandemi Covid-19 melalui telemedicine bisa dikembangkan.
Dalam transformasi kesehatan paling mendesak mutu pelayanan rumah sakit harus ditingkatkan. Kepercayaan pasien, utama orang berada patut diantisipasi. Setiap tahun ada 600 ribu sampai 1 juta pasien WNI berobat di luar negeri dengan menguras devisa sampai $115 M.
Ia mengambil contoh, Malaysia misalnya mengembangkan Hospital Tourism. Selain itu tahun ini Kemenkes akan memberi bea siswa kepada 1.000 mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kebutuhan tenaga dokter.
"Sebaliknya meningkatnya angka harapan hidup yang rata rata 70 tahun ke atas perlu dipikirkan sekarang ini. Nantinya Pemerintah akan membangun RS Lansia untuk mengantisipasi ledakan penduduk lanjut usia," tandas Abdul Kadir.
Lebih lanjut mantan Ketua IDI Sulawesi Selatan ini mengemukakan, Kemenkes akan melakukan transformasi pelayanan kesehatan. Program ini sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.
Ada enam langkah transformasi akan dilakukan mulai dari layanan primer sampai masalah pengadaan alkes dan hal-hal lainnya.
Layanan primer di Puskesmas akan dikembalikan pada fungsi sesungguhnya, program edukasi, promosi dan preventif.
Peranan kuratif maupun rehabilitatief menjadi tanggungjawab rumah sakit.
"Transformasi di bidang alat kesehatan sesuatu yang tidak bisa ditunda. Selama era Pandemi Covid, APD dan alat kesehatan seperti ventilator kita tergantung dari Cina, Jepang dan Korea," tutur Putra Selayar itu.
Ada cerita menarik dari Andi Khaedar Rahman SE, Mantan Kepala Biro SDM BPK yang ikut dalam acara webinar, tatkala melakukan pengobatan (operasi by pass) di Johor, ia langsung dijemput di Bandara. Tiba di RS, pemeriksaan penunjang diagnostik diambil hari itu juga. Setelah konsultasi dengan dokter, diantar ke hotel untuk menunggu hasil laboratorium dimana kita hanya pasif menunggu informasi dari RS. Ternyata, tutur alumni FEUH itu, konsultasi antar dokter tentang penyakit saya dilakukan oleh Dokter Penanggungjawab. Kita tidak di dorong dengan kursi dari poliklinik ke poliklinik seperti di negara ini.
Tahun ini akan membangun 67 Puskesmas di Papua dan Papua Barat.
Dari salah satu sumber merilis bahwa masih ada 171 kecamatan di Indonesia belum ada Puskesmas.
Sesuatu yang timpang sebab di kota kota besar, umumnya satu kecamatan dua Puskesmas ungkap seorang peserta Wibiner.
(A Rivai Pakki/Redaksi)