Turut Ambil bagian dalam diskusi brainstorm jumat pagi ini adalah Kepala Dinas Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPTSP MALUKU UTARA) Bambang Hermawan, Mantan Ketua KNPI Maluku Utara Thamrin Ibrahim, Kabid Budidaya DKP Malut Kadri Laetje, Ketua APINDO Malut Gajali Abdul Mutalib, Ony Fabanyo salah satu Kabid DKP Kota Tidore Kepulauan.
Menurut Kadri bahwa budidaya perikanan Maluku Utara (Malut) adalah masa depan perekonomian rakyat Malut. Namun sub sektor ini membutuhkan integrasi komitmen semua stakeholder pemerintah, swasta, akademik dan LSM termasuk Aparat Penegak Hukum.
“Kita baru dorong Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Halbar agar tumbuhkan inovasi budidaya udang dan baru panen perdana 3 ton dengan nilai 300 juta dengan luas tambak supra 30 x 40 m. Kemudian siap penanaman siklus kedua. Ternyata jadi kendur semangat disebabkan adanya laporan LSM katanya mencemari lingkungan dan tidak punya izin lingkungan. Lalu kadis DKP Halmahera Barat diperiksa 5 jam. Jujur ini akan menjadi penghalang untuk kita berinovasi membangun ekonomi Malut. Mestinya kita harus cerdas,” papar Kadri.
Komentar kemudian ditanggapi oleh Ketua APINDO Malut Gajali Abdul Mutalib bahwa Keadaan seperti ini juga salah satu faktor menyebabkan investor enggan berinvestasi, karena tdk ada kepastian hukum dalam berusaha. Kalau iklim investasi tidak sehat dan nyaman mana mau orang datang tanam uang disini. Lebih baik ke daerah lain yg lebih menjanjikan, provinsi lain bahkan Pemerintah Daerahnya menyediakan lahan gratis, kemudahan administrasi perijinan dan dukungan lainnya.
“Disinilah peranan Pimpinan tertinggi di Provinsi, libatkan semua pihak, kepolisian, kejaksaan, LSM , Asosiasi Pengusaha, akademisi, pemda kab kota. Bicarakan hal-hal yg menjadi kendala di lapangan. Karena ini sudah lintas sektoral. Peran pimpinan sangat menentukan,” tegas Ko Ai panggilan Ketua APINDO.
Memperkuat komentar Ketua APINDO, Kadri Laetje yang menggunakan nama Coi itu menjelaskan bahwa 100 ha tambak udang akan menghasilkan Break Event Point (BEP) ekonomi 300 Miliar tiap tahun. Kalau kita kembangkan 10. Ribu hektar dan dibagi 10 kab dapat 1000 hektar dengan kolaborasi dana APBN dan APBDpbn serta dana hibah, berapa nilai ekonomi.
“Jujur pelaku budidaya jadi malas. Kapan kita mandiri. Mau di kasih uang dari jakarta trus. Malu lah sama Kalimantan dan Sulawesi ratusan ribu hektar tambak membentang sampai semenanjung malaysia dan beri kontribusi pada negara ratusan triliun. Lalu kita kerja hanya baku lapor. Kerja cuma bamulu (saling lapor) saja,” keluh Kadri.
“Ini yg di nanti sambil berharap jangan selesai di diskusi saja, cobalah kita mulai yang kecil-kecil dulu, kumpul bantuan perikanan bekeng industri di Perikanan, minimal buatkan ikan mas kering kayu packing dengan baik lau pasarkan,” timpal Mukhtar Adam pengamat ekonom Malut.
Diskusi terjeda sebentar, karena tiba waktu Salat Jumat dan berlanjut lagi setelah Jumatan. Kali ini datang komentar dari Kepala Dinas Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPTSP MALUKU UTARA) Bambang Hermawan.
“Kadang yang kita pahami tdk dipahami oleh pihak lain, untuk itu kita perlu melakukan semuanya sesuai aturan supaya pihak lain tdk mempunyai celah menghambat dan mengganggu niat baik kita, semoga kalo semua yang punya niat baik ini bergabung mampu merealisasikan semua sesuai dengan yang kita desain mari berkolaborasi,” demikian ajak Bambang.
Dari sinilah akhirya muncul ide untuk membuat Forum temu Gagasan dengan peserta semua stakeholder dengan gagasan tanpa atribut baik pemerintah, akademik, APH, LSM, Ormas kepemudaan. Tidak ada narasumber yang ada hanya moderator dan notulensi. Semua ini butuh gerakan cepat, dan yg bisa mengatur Pemerintah. Sehingga lebih efektif.
Ada masalah dan bagaimana mengatasi masalah sehingga menghasilkan keputusan dengan tindakan yang riil di lapangan.
(Anto Hoda/Redaksi)