Kita semua mengerti bahwa hidup adalah adalah masa untuk menunggu. Ada orang yang menunggu dengan sabar hanya untuk sebuah kabar, tetapi ada juga yang berjuang mati-matian untuk sebuah kepastian. Kadang-kadang jawaban datang begitu cepat, tetapi tidak jarang penantian begitu panjang dan melelahkan. Itulah konsekuensi dari menunggu.
1. Ruang tunggu melatih kesabaran
Ruang tunggu adalah tempat untuk melatih dan meningkatkan kesabaran. Di ruang tunggu kita harus bersabar sebab, waktu Tuhan bukan waktu kita dan caraNya tidak selalu sama dengan cara kita. Kesabaran dibutuhkan saat menunggu karena tidak ada keberhasilan secara instan dan tidak ada sukses tanpa proses.
2. Di ruang tunggu kita menanti untuk diperlengkapi dengan kuasa Illahi (Luk 24:49) Sebelum pergi melayani murid-murid harus menunggu sampai mereka diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi, mengapa?
a. Keberhasilan tidak ditentukan oleh kemampuan manusiawi tetap oleh kuasa dari tempat maha tinggi (Kisah Rasul 4:13)
b. Tanpa api semua korban adalah kekejian bagi Tuhan. (Imamat 3:5)
Setiap korban yang diletakan di atas mezbah harus dibakar dengan api agar baunya menyenangkan hati Tuhan. Demikian juga dengan kehidupan kekristenan kita, tanpa api Roh Kudus semua persembahan adalah kekejian bagi Tuhan. Tanpa Roh Kudus apapun yang kita lakukan dan persembahkan kepada Tuhan akan berbau kedagingan di hadapanNya. Sebab itu setialah menanti di ruang tunggu Tuhan sampai kita diperlengkapi oleh kuasa dari tempat maha tinggi.
Dalam dunia industri atau perusahaan, kita mengenal istilah “Quality Control” yaitu sebuah departemen/divisi memiliki tugas menguji sebuah produk agar tetap sesuai standar, spesifikasi pabrik atau perusahaan sebelum dilepas ke pasaran. Quality Control dilakukan untuk memastikan bahwa setiap produk yang dihasilkan memiliki kualitas sesuai yang telah ditetapkan.
Demikian pula dengan iman kita. Untuk mengetahui kualitas iman kita, kita harus melewati ujian. Salah satu ujian iman adalah “RUANG TUNGGU.” Di ruang tunggu Allah menguji iman anak-anakNya, apakah mereka tetap percaya atau meragukanNya? Di ruang tunggu, apakah kita tetap percaya bahwa Allah berkuasa menggenapi janji firmanNya atau menganggap Allah lupa kepada janjiNya?
Tidak sedikit anak-anak Tuhan gugur imannya saat berada di ruang tunggu. Ketika Allah tidak segera menjawab seru doanya, ia mulai meragukanNya. Saat Allah tidak segera menolong persoalan yang dihadapi, ia menganggap bahwa Dia tidak peduli. Saat Tuhan berkata tunggu, ia berpikir bahwa Dia sudah tidak mampu. Ketahuilah, ketika Tuhan berkata tunggu bukan karena Dia tidak mampu, saat Tuhan berkata tunggu bukan karena Dia tidak tahu. Saat Tuhan berkata tunggu, Tuhan sedang melatih dan menaikan iman kita pada tingkatan yang baru.
1Sam 10:8
Engkau harus pergi ke Gilgal mendahului aku, dan camkanlah, aku akan datang kepadamu untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan. Engkau harus menunggu tujuh hari lamanya, sampai aku datang kepadamu dan memberitahukan kepadamu apa yang harus kau lakukan.”
Setelah Saul diurapi dan dilantik sebagai raja Israel pertama, Samuel memerintahkan agar ia pergi ke Gilgal. Di sana Saul harus menunggu tujuh hari lamanya sampai Samuel datang untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan serta memberikan petunjuk kepadanya apa yang harus dilakukannya.
Tetapi apa yang terjadi? Mari kita lihat 1 Sam 13:6-14
Saul gagal saat berada di ruang tunggu. Ayat 8,9 berkata: Ia menunggu tujuh hari lamanya sampai waktu yang ditentukan Samuel. Tetapi ketika Samuel tidak datang ke Gilgal, mulailah rakyat itu berserak-serak meninggalkan dia. Sebab itu Saul berkata: “Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.” Lalu ia mempersembahkan korban bakaran.
Sangat disayangkan, sebab Saul gagal menunggu pada detik-detik terakhir penantiannya. Sebenarnya ia telah menunggu kedatangan Samuel selama tujuh hari, tetapi karena Samuel tidak segera datang ke Gilgal dan rakyat mulai terjepit, takut bahkan gemetar melihat hadirnya laskar yang besar, maka ia memberanikan diri untuk mempersembahkan korban bakaran. Ini tidak boleh dilakukan oleh Saul sebab itu tugas imam, sementara Saul bukan iman atau keturunan Lewi. Saul seharusnya menunggu kedatangan Samuel untuk melakukan korban bakaran bagi Tuhan. Akibatnya, Saul ditolak Tuhan dan memindahkan tongkat kerajaan Israel kepada orang lain.
Ayat 13, 14
Kata Samuel kepada Saul: “Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu.”
1. Ketika janji TUHAN belum digenapi, bukan berarti kita harus berhenti menanti.
Samuel telah berjanji kepada Saul bahwa tujuh hari lagi ia akan menyusulnya ke Gilgal untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan, serta memberitahukan kepadanya apa yang harus dilakukan sesuai dengan perintah Tuhan. Namun sayang, Saul berhenti menanti, sebelum janji itu digenapi. Saul memilih jalan sendiri, ketimbang mempercayai janji Tuhan yang murni dan teruji.
Jangan berhenti untuk menanti sebelum janji Tuhan digenapi. Tetaplah setia di ruang tunggu Tuhan sampai seluruh janjiNya menjadi kenyataan. Percayalah bahwa Tuhan tidak pernah mengulur-ulur waktu untuk menolong anak-anakNya.
Luk 18:7,8
Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”
2. Tetaplah percaya sebab Tuhan berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikanNya.
Ayat 11,12
Tetapi kata Samuel: “Apa yang telah kauperbuat?” Jawab Saul: “Karena aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku dan engkau tidak datang pada waktu yang telah ditentukan, padahal orang Filistin telah berkumpul di Mikhmas, maka pikirku: Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku belum memohonkan belas kasihan TUHAN; sebab itu aku memberanikan diri, lalu mempersembahkan korban bakaran.”
Saul gagal mempercayai Tuhan. Ia berfikir bahwa Samuel tidak akan datang pada waktu yang telah ditentukan, sementara itu ia melihat rakyat berserak-serak meninggalkannya karena ketakutan terhadap musuh yang hendak menyerang mereka. Saul tidak percaya bahwa Tuhan berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikanNya. Itulah sebabnya dengan lancang ia mempersembahkan korban bakaran.
Apapun keadaan yang engkau alami tetaplah percaya kepada Tuhan, sebab Dia berkuasa melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
Ayub percaya penuh kepada Tuhan
Ayub ditengah-tengah penderitaannya tidak pernah meragukan Tuhan, ia tetap percaya walau keadaan yang dialami berbeda dengan yang diharapkannya.
Ia mengharapkan kemakmuran, tetapi yang dialami kebangkrutan, seluruh harta miliknya dalam waktu seketika. Ia mengharapkan kebahagiaan, tetapi yang dialami adalah kesedihan. Dalam waktu yang bersamaan 10 anak mati bersama-sama. Yang diharapkan kesehatan dan kebugaran tetapi yang dialami adalah sakit sekujur tubuhnya. Dalam kesemuanya itu apakah Ayub kehilangan percayanya kepada Tuhan? Tidak! Ayub tetap percaya bahwa Tuhan berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikanNya. Dengan penuh iman ia berkata dalam Ayub 42:1,2 : Maka jawab Ayub kepada TUHAN: “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
Percayalah bahwa Tuhan tak pernah gagal mengenapi rencanaNya, Tuhan tak pernah lalai kepada janjiNya. Semua yang direncakanNya pasti digenapi, semua yang dijanjikanNya pasti ditepatiNya.
Yosua 23:14
Maka sekarang, sebentar lagi aku akan menempuh jalan segala yang fana. Sebab itu insaflah dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, bahwa satupun dari segala yang baik yang telah dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, tidak ada yang tidak dipenuhi. Semuanya telah digenapi bagimu. Tidak ada satupun yang tidak dipenuhi.
Iman Abraham
Rom 4:19-21
Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
Selama di ruang tunggu Abraham tidak pernah ragu, meski tubuhnya sudah sangat lemah tapi imannya tidak menjadi lemah. Walau kondisi fisiknya makin memburuk, tetapi imannya tidak terpuruk. Abraham tetap percaya kepada Tuhan yang berjanji melebihi segala yang telah dijanjikannya. Abraham percaya bahwa Tuhan berkuasa menepati segala yang dijanjikanNya.
Alkitab berkata: terhadap janji Allah, ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah imannya diperkuat dengan penuh keyakinan. Inilah iman yang sejati. Iman yang sejati mempercayai Allah bukan percaya kepada masalah, Iman sejati meman.
(Amatus Rahakbauw/Redaksi)