Butuh waktu 13 tahun untuk menyelesaikannya hingga diresmikan (1986 - 1999). Tahun 1995 selesai dibangun, tahun 1999 diresmikan dan tahun 2001 baru dioperasikan. Pembangunan dimulai pada era Pemerintahan Presiden Soeharto dan diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri 1999. Pembangunan kolam air raksasa ini harus menenggelamkan tujuh desa dengan 2.000 Ha tanah persawahan dan perkebunan serta mengtransmigrasikan 3.000 kepala keluarga ke Mamuju.
Waduk ini menampung air Sungai Jeneberang, Sungai Lebong, Sungai Tallo dan sungai lainnya yang bermuara di Sungai Jeneberang. Dari peta potensi BBWS Pompengan Jeneberang bisa menampung 348 juta meter kubik dan kapasitas pengendian banjir 41 juta meter kubik air
Menurut Abdul Hafid (45 tahun) yang tugas shift pagi (7/1/2022) kepada INBISNIS ID, bertugas secara bergiliran setiap jam kami harus melaporkan ketinggian air. Waduk ini multi fungsi seperti sumber PDAM Gowa dan Makassar, Pembangkit tenaga llistrik PLN dan pengairan persawahan di Gowa serta tambak yang dikelola warga setempat. Sarana ini dikelola oleh BBWS Pompengan Jeneberang Ditjen SDA Kementerian PUPR.
Lebih lanjut Abdul Hafid menjelaskan, dalam peta potensial tertera bendungan utama setinggi 73 meter, bendungan sayap kiri 43 meter dan bendungan sayap kanan dibatasi bukit kurang lebih panjang 2 km. Bangunan yang diprediksi bettahan 70 - 100 tahun ini, justru yang mencemaskan longsornya bukit tergerus hujan. Dari seberang waduk nampak beberapa rumah pekebuh di puncak bukit tersebut. Selama beroperasinya Waduk Bili Bili sudah dua kali debet air waktu musim hujan melewati bibir tanggul utama. Ini sebelum Waduk penampung air di daerah lain di bangun.
Dalam perkembangannya menurut Abdul Hafid sebagai petugas harian, di bangunnya beberapa Waduk penyanggah, seperti Kolam Regulasi Nipa Nipa Maros yang baru diresmikan maupun Waduk Jeneponto adalah untuk menunjang Waduk Bili Bili.
WISATA KULINER
Sejak diresmikan, Pemkab Gowa mengizinkan penduduk setempat membuka warung sederhana. Ada kurang lebih 10 warung makan sederhana yang terbuat semi permanen. Area tempat warung tetsebut kurang lebih 600 meter dengan lebar 25 meter sampai di bibir tanggul. Namun kalau melihat perkembangannya tidak banyak pembinaan dari Dinas Pariwisata dan Koperasi Pemkab Gowa.
Menurut Ani (25 thn) penggelola Warung Ikan Nila, dibeli dari pemancing ikan di Waduk untuk kami olah menjadi berbagai menu kuliner. Tamu banyak kalau hari libur, Sabtu dan Minggu. Lumayan semua warung ada tamunya mulai jam.09 00 pagi sampai jam 05 00 sore. Di luar hari hari tersebut juga ada tapi tidak banyak. Biasa pegawai kantor dari Sungguminasa yang jaraknya dari sini kurang lenih 30 km. Kadang juga orang arisan sekalian makan siang. Malam tutup, tidak ada pengunjung.
Saat INBISNIS.ID berkunjung, hampir semua warung ada tamunya tapi hanya 3- 5 orang. Fasilitas untuk sholat ada Mushollah yang dibangun Pemkab Gowa. Jalanan yang dipakai parkir mobil bisa menampung 30 mobil baik yang di parkir di jalanan maupun depan warung. Karcis masuk Rp 3.000, perorang. Kalau melihat perkembangan warung warung sederhana tsb tidaklah terlalu menggembirakan jika dikaitkan dengan wahana yang mereka bangun. Perlu ada sentuhan binaan dar Instansi terkait. Tiada lain sudah menjadi salah satu tempat berlibur bagi warga Makassar dan sekitarnya.
Berkat keberadaan Waduk Bili Bili, banjir di kawasan Utara Makassar tidak lagi seperti dulu yang harus memakai sampan, Jasa Pak Harto bagi kami sangat bermanfaat karena ancaman air bah dari Sungai Jeneberang tidak lagi mencemaskan, dulu setiap musim hujan penduduk was was.
Banyak jasa pemerintahan Orde Baru, seperti Walikora M Dg Patompo membangun Tanggul Patompo di daerah hilir Sungai Jeneberang, Parangtambung, tutur Daeng Kaseng (85 thn) penduduk asli Makassar yang tinggal di Parangtambung.
(A Rivai Pakki / Redaksi)