Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
LETS GO TO KOMODO!
Sebagian uang yang didapatkan Bob, dihabiskan untuk keliling dunia dan dibelikan mobil. Mobil tersebut disewakan dan Bob sendiri yang menjadi supirnya. Suatu hari mobil tersebut kecelakaan yang mengakibatkan kerusahakan parah pada mobil, Bob yang kehabisan uang untuk perbaiki mobil tersebut, akhirnya diminta untuk bisnis telur ayam negeri.
Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri.
Salah satu strategi jitu yang digunakan Bob saat memasarkan telurnya ialah, ia sengaja menaruh satu telur busuk ke kantong telur yang dijualnya. Hingga suatu hari, pelanggannya mengadu karena ada satu telur busuk dalam kantong, Bob kemudian mengganti satu telur tersebut dengan 10 telur baru. Pelanggan tersebut akhirnya merasa puas dan merekomenasikan pelayanan Bob kepada banyak orang. Dari situ, bisnis telur ayam negeri Bob menguasai kawasan Kemang.
Selain telur, bob juga menjual sayuran hidroponik dan daging kualitas unggulan, hingga akhinya Bob mendirikan supermarket dengan menjaring pasar kelas atas yakni Kemchick yang berlokasi di Kemang, Jakarta Selatan.
Namun pada 19 Januari 2015, Bob Sadino menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta karena sakit.
Kisah perjalanan Bob banyak dijadikan contoh dan motivasi oleh para wirausahawan muda, ketekunan, kerja keras, kecerdikan dan tak putus asa membuat Bob menjadi salah satu wirausahawan sukses di Indonesia.
“Saya bisnis cari rugi, ketika rugi saya semangat, dan jika untung bertambah rasa syukur saya.” -Bob Sadino (1933-2015)