Budidaya tersebut dilakukan karena harga jual porang yang cukup menjanjikan.
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli I Wayan Sarma menyebut, porang merupakan umbi yang dapat dikonsumsi setelah diolah.
"Kalau ketela panen bisa dikonsumsi. Kalau porang lebih banyak dijadikan bahan pembuatan lem. Memang bisa dikonsumsi, tetapi harus diolah lewat pabrik dulu," kata dia, dikutip tribun Bali, Kamis (2/9).
Sarma mengatakan, porang telah dibudidayakan di beberapa daerah salah satunya Pulau Jawa. Kementerian Pertanian juga akan membangun tiga pabrik pengolahan porang di wilayah Jawa Timur.
"Kementerian pertanian menawarkan untuk budidaya porang. Karena memang pangsa pasarnya ekspornya besar," ungkap Sarma.
Di Kabupaten Bangli, ia menyebut, beberapa petani telah membudidayakan tanaman porang secara mandiri tepatnya di Desa Pengotan dan Desa Landih, Kecamatan Bangli.
Mengenai potensi pasar, Sarma mengaku belum mengetahui secara pasti. Dirinya hanya mengetahui harga porang mencapai Rp 14 ribu per kilogram.
"Kemudian di Tembuku, sekitar Desa Jehem dan Desa Yangapi juga ada. Bahkan di wilayah Kota, daerah Sidawa juga ada. Namun saya belum tahu berapa jumlah produksi porang itu sendiri, karena butuh waktu dua tahun untuk panen," ungkapnya.
(PTW/Redaksi)