Bahkan, dirinya menyebut, angka defisit semester ini menjadi yang tertinggi selama 10 tahun terakhir.
"Jadi kalau dilihat meskipun China, RRT menunjukkan negatif US$ 3,19 tetapi ini angka yang salah satu paling rendah sejak ditandatanganinya ASEAN Free Trade Agreement dengan China. Dimana sempat kita mengalami defisit sebanyak US$ 16 miliar tahun lalu, kemudian US$ 7,5 miliar dipotong separo oleh ekspor besi dan besi baja kita," kata Lutfi dalam konferensi pers pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2021, Kamis (5/8)
Dia mengatakan, di triwulan II-2021 menjadi yang terendah.
Baca Juga : Ekonomi Indonesia Tumbuh 7,07 % pada Kuartal II 2021
"Tahun ini menjadi yang paling rendah menjadi US$ 3,19 miliar. Kalau ini konsisten maka defisit perdagangan kita dengan China ini yang terendah 9-10 tahun terakhir," sambungnya.
Lebih lanjut, RI juga memperbesar surplus perdagangan dengan Amerika Serikat. Di pertumbuhan semester I-2021 surplus sebanyak US$ 6,55 miliar.
"Artinya terjadi pertumbuhan yang sehat, karena tahun lalu US$ 10 miliar. Kalau konsisten angkanya sama dengan semester pertama kita akan mendapat pertumbuhan 30% surplus dari AS," ujarnya.
Baca Juga : 10 Jenis Pekerjaan yang Paling Banyak Diminati
Sementara itu, Mendag menambahkan, perdagangan dengan negara-negara Uni Eropa juga dapat menunjukkan pertumbuhan yang baik. Pihaknya mencatat, RI mengalami surplus dengan Belanda sebesar US$ 1,67 miliar, Filipina US$ 3,29 miliar dan India US$ 2,14 miliar.
"Dari 10 negara ini (top ten ekspor) tentunya India adalah negara yang sedikit berbahaya karena penanganan covid di sana belum terlaksana dengan baik. Kemudian juga untuk defisit tertinggi kita dengan RRT yaitu sebesar US$ 3,19 miliar dolar, meskipun angka ini terendah dengan RRT selama 10 tahun terakhir," pungkasnya.
(PTW/Redaksi)