Dalam hal ini, para pelaku tindak pidana penistaan agama yang disebarkan pada media elektronik dapat dijerat pasal berlapis sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Rusdi Hartono, ia merinci bahwa pasal yang dapat dipersangkakan adalah Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) UU ITE atau Pasal 156a KUHP.
Pasal 28 ayat (2) mengatur tentang : "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."
Kemudian, Pasal 45a ayat (2) mengatur tentang: "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Sementara Pasal 156a KUHP mengatur tentang : "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Sehingga dengan dilanggarnya dua tindak pidana sekaligus yaitu tindak pidana yang terdapat di KUHP dan UU ITE, maka para pelaku dapat dikenakan pasal berlapis dan untuk masa hukuman akan diputuskan hakim setelah proses persidangan.
(PTW/Redaksi)