|Baca Juga: GMNI Singgung Pembukaan Kembali Wisata Bali ke DPRD, Bagaimana Hasilnya?
Ia menuturkan, penghancuran KPK telah dimulai pada saat penangkapan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Kemudian cicak-buaya jilid II terjadi saat Irjen Djoko Susilo ditangkap, begitu juga pada saat itu penyidik senior KPK Novel Baswedan ditangkap. Kemudian jilid III terjadi saat Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Menurut Asfinawati, dari rentetan peristiwa cicak-buaya itu, terdapat pencanggihan metode untuk menyerang balik KPK. Saat ini, koruptor telah menggunakan metode baru untuk melemahkan KPK dengan cara menguasai KPK. Bahkan ia mengatakan saat ini wujud KPK masih cicak, namun di dalamnya sudah buaya.
"Jadi kalau kita lihat cicak-buaya I sampai III yang dilakukan dari luar, yaitu melakukan kriminalisasi. Nah, ketika cicak-buaya ketiga muncul serangan dari dalam, waktu itu ada kelompok masyarakat sipil membawa sebuah pengkhianat dari dalam itu ya, sebetulnya ditusukkan dalam plt-plt pimpinan itu yang tugasnya minimal menghambat, supaya KPK ini tidak terlalu prpgresiflah," kata Asfinawati dari diskusi Pukat UGM UGM, Jumat (7/5).
|Baca Juga: DPRD Akhinya Undang GMNI Denpasar Bahas Polemik Impor Beras
"Karena itu, kami melihat ada upaya baru, yaitu dia masuk juga lewat internal, mencoba mengkooptasi, dan bahkan menguasai secara penuh KPK. Wujud luarnya masih cicak, tapi di dalamnya sudah buaya. Siapa pun buayanya itu ya," lanjutnya.
Asfinawati menilai, peristiwa pelemahan KPK yang terjadi saat ini merupakan akhir dari serangan koruptor dan menurutnya, upaya pelemahan KPK saat ini tergolong berhasil.
"jadi cicak-buaya keempat ini betul-betul berseri-seri, serangannya bertudi-tubi dan sampai saat ini mereka masih relatif berhasil," ujarnya.
|Baca Juga: Satgas Covid: Warga Nekat Mudik Akan Disuruh Putar Balik
Dirinya lanjut mengatakan, upaya pelemahan KPK ini adalah suatu tindakan untuk mengembalikan Indonesia ke Orde Baru, yaitu korupsi ada di mana-mana.
"Kalau kita melihat rangkaian tersebut, ini adalah tindakan obstruction of justice dan lebih dari itu dia bukan obstruction of justice satu per kasus, tetapi sebuah skenario untuk melakukan serangan balik koruptor agar Indonesia balik ke masa Orde Baru, penuh dengan korupsi. Dan karena itu, kalau petinggi negeri ini tidak bertindak, rakyat akan menyimpulkan tindakan-tindakan ini disetujui oleh pimpinan negeri," ungkapnya.
Asfinawati menyampaikan, sejarah akan mencatat siapa saja orang yang ada di balik pelemahan KPK ini.
"Tentu saja sejarah akan mencatat siapa saja saat ini yang sedang duduk menjadi presiden, sedang duduk menjadi Menko Polhukam, sedang duduk menjadi Ketua MK dan hakim MK, dan sedang juga mencatat siapa yang di kursi DPR-MPR, siapa yang menjadi Ketua DPR, apa afiliasi parpolnya, apakah mereka memiliki keterkaitan satu sama lain, dan juga kasus-kasus yang dijadikan titik balik untuk menyerang pegawai KPK, rakyat akan mencatat itu, dan semoga pemilu akan datang rakyat memberikan suara kebenaran keadilan pada antikorupsi, pungkasnya.
(Dilansir dari berbagai sumber |Putu)