Komisaris GmnI Hukum Udayana I Wayan Hendra menilai kegiatan memberikan pakan kepada monyet-monyet di kawasan Sangeh ini adalah sebuah bentuk kepedulian GmnI Hukum Udayana kepada lingkungan sekitar dan pariwisata Menurutnya kegiatan ini merupakan penerapan konsep tri hita karana.
“Ini adalah salah satu bentuk kepedulian GmnI kepada objek wisata yang di masa ini begitu menjerit. Disamping itu ini adalah bagian dari sentilan kami kepada pemerintah yang tak kunjung membuka pariwisata Bali untuk Internasional,” terang Hendra.
Dirinya dengan tegas meminta pemerintah agar menepati janji membuka border Internasional pariwisata Bali di Oktober ini. Menurutnya rakyat sudah sangat muak dengan janji-janji yang tak kunjung ditepati.
“Pemerintah terakhir berjanji akan segera membuka pariwisata bali di bulan oktober, tapi ya katanya, kan biasa begitu pemerintah janji-janji saja. Sudah berapa kali Bali di prank?, Oktober ini harga mati bagi pariwisata bali harus dibuka. Semoga janji tak sekedar menjadi imajinasi namun harus mampu terealisasi untuk membangkitkan bali kembali,” ujarnya.
Sementara itu pihak pengelola objek wisata Monkey Forest mengapresiasi kepedulian GMNI ini karena pihaknya juga menyebut sangat kewalahan di biaya makanan satwa yang dulu biasanya dianggarkan dari pemasukan objek wisata sangeh ini. Akan tetapi karena kondisi covid seperti ini jadi tidak ada pemasukan
“Ditutupnya objek wisata benar-benar sangat berdampak terhadap kondisi satwa di Monkey Forest, bukan hanya itu masyarakat sekitar dan para pekerja objek wisata pun benar-benar sangat berdampak,” ujar pengelola objek wisata Monkey Forest I Made Adnyana.
Sebagai informasi, GmnI Denpasar sebelumnya memang getol menyuarakan agar pariwisata Bali untuk Internasional segera dibuka. Janji pemerintah yang selalu hanya bisa berwacana menjadi perhatian serius. GmnI menilai pemerintah hanya bisa menjual wacana belaka tanpa melihat keterpurukan rakyat Bali akibat pandemi covid-19 yang tak kunjung usai
(PTW/Redaksi)