Menurutnya, kerugian yang ditimbulkan mencapai puluhan juta rupiah, dan mengakibatkan usaha nya harus berhenti karena semua babi yang di kandang mati, lebih lagi Normah M. Tubil menjelaskan kalau beberapa babi yang mati dalam kondisi mengandung. Ia mengungkapkan, virus yang menimpa ternaknya seperti virus menular.
Dalam situs resmi Kementerian Pertanian menjelaskan African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 % sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap desinfektan.
Saat ini, ada 16 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara yang terdampak penyakit ASF, diantaranya Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.
ASF tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat. ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), jadi produk babi dipastikan tetap aman untuk konsumsi.
Untuk babi yang terkena penyakit ASF, isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama 2 bulan. Untuk babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur oleh petugas untuk mencegah penularan yang lebih luas. Tidak menjual babi/ karkas yang terkena penyakit ASF serta tidak mengkonsumsinya.
Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin untuk pencegahan penyakit ASF. Penyakit ini merupakan ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai kurang lebih 8,5 juta ekor. Berdasarkan kajian analisa risiko, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia diantaranya melalui :
- pemasukan daging babi dan produk babi lainnya,
- sisa-sisa katering transportasi internasional baik dari laut maupun udara,
- orang yang terkontaminasi virus ASF
- kontak dengan babi di lingkungannya.
Langkah strategis utama dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif untuk daerah yang berisiko tinggi
Upaya deteksi cepat melalui kapasitasi petugas dan penyediaan reagen untuk mendiagnosa ASF ini telah dilakukan oleh laboratorium Kementerian Pertanian yakni Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia yang mampu melakukan uji dengan standar internasional
Sedang dikaji untuk kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF.
Pemerintah menghimbau agar provinsi lain dengan populasi babi yang tinggi, seperti NTT, Sulut, Kalbar, Sulsel, Bali, Jateng, Sulteng, Kepri, dan Papua agar waspada dan siap siaga terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ASF. Hal penting yang perlu dilakukan antara lain sosialisasi kepada peternak dan advokasi kepada pimpinan daerah terkait ancaman ASF.
(Ari Yunus/Redaksi)