wrapper

Breaking News

Tuesday, 30 Nov 2021

Petani Garam di Jalan By Pass Ngurah Rai Suwung Menjerit Pahit

Ditulis Oleh 
Rate this item
(1 Vote)
Istimewa

--------------------

INBISNIS.ID, DENPASAR - Masakan apapun bisa kita rasakan nikmatnya jika dibumbui dengan garam, namun hal berbeda dirasakan oleh petani garam yang mengeluhkan pahitnya usaha garam yang mereka jalani sekarang karena harga garam yang tidak stabil akibat Pandemi Covid-19.

“Awal Corona lumayanlah harganya masih stabil namun sejak satu tahun terakhir ini kondisinya susah dikontrol, harga tidak stabil, kami bisa rugi sampai 50%”, kata Mery, pengusaha garam di Jalan By Pass Ngurah Rai Suwung, Selasa (30/11).

Proses pembuatan garam tetap berjalan normal seperti biasa, harga bahan baku tidak mengalami penurunan, namun harga jualnya tidak stabil naik turun tidak jelas, pelanggan pun banyak berkurang karena sepi pembeli di pasaran.

Sebelum Corona harganya, Rp. 220 Ribu/kampil (isi 35 Kg), sekarang jauh menurun sampai 110/kampil dan lima puluh ribu/3 keranjang (3 Kg).

Wanita asal Pulau Lombok ini menuturkan, sekarang banyak yang jualan garam di mana-mana, karyawan-karyawan yang sekarang nganggur kena PHK ikutan jualan garam, tapi mereka berani banting harga yang paling murah sehingga makin menambah parah dan merusak harga di pasaran. Banyak pelanggan saya di pasar yang terpaksa berhenti berjualan karena kalah bersaing dengan harga di pasaran.

“Kalau normal biasanya untuk proses masak garamnya hanya butuh waktu sekitar dua jam, tapi sekarang bisa sampai 4 jam karena kayu dicarikan yang biasa dan hujan terus juga pengaruh sekali” kata Jumat, tukang masak garam yang kami temui di lokasi.

Mery menjelaskan, di sini kami hanya produksi garam halus, garam kasarnya kami ambil dari Jawa, tapi sekarang terhambat karena aturan PPKM dan banjir di Jawa sehingga kami sulit menentukan harga jualnya. Ini aja saya pesan sudah satu bulan belum datang sampai sekarang.

“Dulu ada petugas dari Dinas Perikanan yang datang mengunjungi kami memberikan saran agar petani garam di sini yang berjumlah kira-kira sepuluh orang supaya membentuk kelompok tani untuk kami ajukan mendapatkan dana bantuan tapi ada beberapa petani yang tidak bersedia karena biaya dan repot menyiapkan berkas-berkas persyaratannya”, jelas Mery kepada INBISNIS.ID, Selasa (30/11).

Sebenarnya kami juga sangat mengharapkan ada bantuan dari pemerintah seperti BLT atau batuan lainnya karena kami juga susah saat ini, apalagi iuran atau pungutan lainnya selalu rutin kami bayar setiap bulan”, tutup Mery.

(Herman Yosef Subu Sadipun/Redaksi)

Dibaca 281 Kali

INBISNIS dibangun dalam rangka mendukung dunia usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa Indonesia dan seluruh warga dunia.

Ikuti Kami