Hampir seluruh guru dan pegawai SMA PGRI Larantuka menghadiri rapat ini. Awalnya, rapat berlangsung kondusif namun suasana berubah setelah Ketua YPLP, Drs. Yan Peni membacakan surat keputusan yayasan, yakni memperpanjang status masa jabatan kepala SMA PGRI Larantuka Maria Agatha Bunga Belang, S. Pd sampai akhir tahun ajaran 2021.
Hal ini menimbulkan situasi di ruang rapat berubah menjadi panas. Penyebab terjadinya situasi ini karena sebagian besar guru dan pegawai SMA PGRI Larantuka menolak keputusan yayasan untuk memperpanjang masa jabatan tersebut dengan alasan Maria Agatha. Yang dinilai gagal dan tidak mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya sebagai kepala sekolah di SMA PGRI Larantuka, selama satu periode (tiga tahun) masa jabatannya, yakni sejak 8 Desember 2018 sampai 8 Desember 2021.
Sebenarnya protes pemberhentian Agatha ini sudah dilakukan sejak awal pengangkatan sebagai kepala sekolah saat itu, karena para guru dianggap tidak sesuai kriteria dan kurang tepat menjadi kepala sekolah. Berbagai upaya dilakukan oleh forum guru peduli SMA PGRI Larantuka yang dimotori oleh Leonardus Kewuren, S.Pd, Donatus Jagong, S.Pd, Gabriela Tulit Lagadoni, S.Pd dan Yosef Uran Jr dan teman-teman guru lainnya. Untuk menghentikan langkah Maria Agatha dengan melibatkan berbagai pihak termasuk wakil bupati Flores Timur dan Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun selalu tidak membuahkan hasil karena yang berwenang mengangkat dan memberhentikan kepala sekolah adalah pihak YPLP Provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Saya ikut terlibat hanya karena saya melihat bahwa, situasi kondisi lembaga pendidikan SMA PGRI saat ini yang dulunya di era 90-an prestasinya sangat baik dan luar biasa yakn,i telah melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas di berbagai bidang yakni mantan Sekda Flores Timur Anton Tonce Matutina, BA, SH serta Benediktus Polo Maing, sekda NTT sekarang". Ungkap Yosef Uran sebagai Alumni sekaligus guru seni budaya SMA PGRI Larantuka saat ini.
Semenjak masa kepemimpinan Maria Agatha banyak guru menilai SMA PGRI Larantuka mengalami banyak kemunduran seperti berkurangnya jumlah siswa, hilangnya kegiatan pengembangan diri bagi siswa serta beberapa keluhan lainnya. Seperti tidak adanya kegiatan Evaluasi Diri Sekolah (EDS), penyusunan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) dan Laporan Pertanggung jawaban Keuangan (LPJ) sekolah, yang seharusnya dilakukan bersama dengan dewan guru namun hal itu tidak pernah dilaksanakan.
Akhir dari pertemuan itu, memberikan keputusan kepada para guru yang telah berjuang untuk memperbaiki masa depan sekolah, terutama 18 guru yang ikut serta menandatangani surat penolakan kepala sekolah SMA PGRI Larantuka, yakni keputusan untuk tidak melanjutkan masa jabatan Maria Agatha menjadi kepala sekolah. Dan ditetapkan Karolus Sele Tukan, S.Pd, mantan pengawas Dinas Pendidikan menjadi Pelaksana Tugas (PLT) terhitung sejak tanggal 20 Desember 2020 sampai ditetapkannya kepala sekolah defenitif (tetap).
"Kami bertindak bukan karena apa-apa dan bukan untuk siapa-siapa tetapi kami bertindak demi keberlangsungan sekolah ini". Tutur Leonardus Laka Kewuren, guru senior yang sudah mengabdikan dirinya selama 18 tahun sebagai guru Ekonomi di SMA PGRI Larantuka.
(Avilla Riwu/Redaksi)