Dengan demikian pajak pun diatur dalam UU yang dibahas oleh pemerintah dan DPR dengan konsultasi DPD. dalam hal ini pemerintah baru saja meyetujui sebuah reformasi perpajakan yang dituangkan dalam UU 7 tahun 2021. Hal ini dikatakan, Ida Ernawati kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kanwil DJP Bali, Rabu (5/1).
“Maka pajak harus diatur dalam Undang-Undang yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah dan DPR dengan konsultasi DPD.
Pemerintah bersama DPR baru-baru ini menyetujui sebuah reformasi perpajakan yang dituangkan dalam UU 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berasaskan keadilan, efisiensi, kesederhanaan, kepastian hukum, kemanfaatan dan kepentingan nasional,” ujarnya.
Ditandatangani Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 29 Oktober 2021, UU HPP sudah mulai berlaku sejak 4 November 2021.
Sebagai bagian dari reformasi perpajakan UU HPP bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera.
Untuk menjelaskan mengenai isi UU 7 Tahun 2021 yang cakupannya luas, Kementerian Keuangan bersama DPR telah melakukan sosialisasi dan edukasi awal yang dimulai di Bali (19/11/21) bekerjasama dengan KADIN dan APINDO mengundang para pengusaha dan pemangku kepentingan.
Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kanwil DJP Bali Ida Ernawati menjelaskan, secara garis besar terdapat beberapa perubahan dan penyesuaian pengaturan pajak dalam UU HPP :
1. NIK Menjadi NPWP, Pemerintah menambahkan fungsi NIK menjadi NPWP namun tidak semua menjadi wajib bayar pajak.
Pembayaran pajak dilakukan jika penghasilan setahun diatas batasan PTKP yang berlaku atau peredaran bruto diatas 500 juta bagi pengusaha yang membayar PPh Final PP 23/ 2018.
2. Penghasilan diatas 5 Miliar Dikenakan Tarif Pajak, Tarif PPh orang pribadi mengalami perubahan salah satunya adalah penghasilan diatas 5 miliar dikenakan tarif PPh sebesar 35%.
3. Tarif PPh Badan menjadi 22%, Tarif PPh Badan Ditetapkan Menjadi 22% yang berlaku untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya. Namun bagi pelaku UMKM berbentuk badan dalam negeri tetap diberikan insentif penurunan tarif sebesar 50% sebagaimana yang diatur dalam pasal 31E. Sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu diberikan pengecualian pengenaan pajak terhadap peredaran bruto sampai dengan 500 juta.
4. Tarif PPN menjadi 11%, Pada 1 April 2022 tarif PPN akan naik menjadi 11%. Kemudian tarif tersebut akan naik menjadi 12% yang paling lambat akan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2025.
5. Penambahan Objek PPN, Barang dan jasa yang semula Non-BKP dan Non-JKP, akan dikenakan pajak untuk barang kebutuhan pokok, barang hasil pertambangan, jasa pelayanan kesehatan medik dan sebagainya dikenakan fasilitas tidak dipungut PPN secara selektif dan terbatas.
6. Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Wajib pajak diberikan kesempatan untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum secara sukarela melalui dua kebijakan yaitu pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum sepenuhnya dilaporkan atau pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020.
7. Penerapan Pajak Karbon, Pemerintah sepakat menerapkan pajak karbon sebesar Rp. 30 per kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Pengenaan pajak ini dilakukan dengan kebijakan peta jalan karbon.
Lebih lanjut Ida Ernawati menyampaikan kepada masyarakat Bali khususnya para wajib pajak agar perubahan dan penyesuaian melalui UU HPP ini diharapkan dapat mendorong wajib pajak untuk menjalankan kepatuhan perpajakannya secara sukarela, dan tentunya memberikan kemudahan dan kesederhanaan untuk menjalankan kewajiban perpajakan.
“Dengan diberlakukannya UU HPP ini masyarakat diharapkan menjadi lebih peduli dalam partisipasinya melakukan kewajiban perpajakan dan mudah-mudahan Pandemi Covid-19 ini segera berakhir agar sektor pariwisata bisa berjalan normal sehingga penerimaan pajakpun bisa tercapai untuk dapat membantu percepatan pemulihan perekonomian,” tutupnya.
(Herman Sadipun/Redaksi)