Menanggapi hal ini, Ikram Idris pun tak tinggal diam. Ia memberikan serangan balasan dengan kata-kata kritikan tajam terhadap ulah dari AMPD.
“Menanggapi narasi dari koordinator Aliansi, Sengaji Kamarudin perlu disadari bahwa ruang demokrasi bukan saja milik sebagian kelompok masyarakat Desa Kalikur WL yang memiliki nalar kritis, tapi tempat atau kantor pelayanan umum milik bersama masyarakat Desa Kalikur WL yang memiliki kurang lebih 1350 jiwa sesuai sumber data terakhir tahun 2020,” ungkap Ikram Idris kepada INBISNIS.ID, Jumat (7/1). Ikram bahkan menilai nalar kritis AMPD sedang dirasuki oleh mental premanisme.
“Dengan cara brutal menutup kedua kantor instansi pemerintahan seperti preman intelektual yang tak memiliki ukuran nilai etik dan bermoral. Apa hubungannya ketika aspirasi masyarakat belum diselesaikan di tahun berjalan dengan menutup kedua kantor instansi pemerintahan? Fungsi kantor itu sebagai pusat pelayanan kebutuhan masyarakat dan aduan masyarakat bukan disegel karena asas dugaan penyalahgunaan anggaran oleh Pemerintah sebelumnya. Tugas Lembaga BPD sudah menyalurkan aspirasi ke pemerintah dan selanjutnya mengawasi kinerja Pemdes; jika dalam proses dugaan temuan penyalahgunaan anggaran pemerintah dalam hal ini mantan Kapala Desa siap untuk bertanggung jawab dan diproses secara hukum. Jangan-jangan karena arogansi intelektual akan menjadi cacat nalar dan onani intelektual dalam membedah dugaan kasus di Desa Kalikur WL,” sambungnya penuh semangat.
Selanjutnya, terkait dengan persoalan aspirasi masyarakat Desa Kalikur WL, menurut Ikram Idris, secara Kelembagaan, BPD mengurai beberapa masalah yang sudah diperjuangkan bersama masyarakat.
1. Membongkar temuan sisa Sak Smen kurang Lebih 600 Sak dengan harga satuan 1 Sak Smen Rp.72.000. Harga RAB di tahun 2016 jika dikonversikan Nilai Barang menjadi Nilai Uang Maka Rp.43.200.000, sementara yang dikembalikan oleh Pemdes dan TPK Rp.23.000.000 sekian berarti masih ada tersisa Rp.20.200.000. Proses Pengembalian Uang dari 23.000.000 sekian menjadi 19.000.000 juta sekian karena 3000.000 sekian suda dibayar sebelumnya dan tersisa 19.000.000 sekian dikembalikan dari Pemdes dan TPK pada 31 Desember 2020 di hadapan BPD. Jadi Lembaga BPD meminta pemerintah kembalikan di hadapan masyarakat tetapi seolah-olah Pemdes tidak menghiraukan dan sisa uang sampai sekarang masih di tangan Pemdes.
2. Dugaan WC Fiktif di Tahun 2015 dengan anggaran Rp.5.000.000.
3. Pengembalian Anggaran BLT Rp.7.200.00 oleh Pemdes yang bertanggung jawab secara hierarki Pemerintah (Menanti Pencairan Anggaran).
4. Terkait dengan Perangkat Desa, wajar dan perlu diganti karena dari 8 orang Perangkat Desa pada masa transisi Pemerintahan kurang lebih 1 tahun terakhir hanya 3 orang yang aktif dan lainnya 90% tidak berkantor (tidak aktif) dan sudah melanggar regulasi tentang Perangkat Desa Permendagri Nomor 67 Tahun 2017.
5. Terkait dengan Silpa bawaan Rp.181.000.000 itu dana silpa yang mana dimaksud apakah Rp.181.000.000 satu aitem pembangunan atau gabungan dari beberapa sumber Anggaran DD, ADD dll.
Secara kelembagaan BPD mengucapkan terima kasih atas informasi ini terkait Anggaran 181.000.000 yang belum dikembalikan ke Rekening Desa.
Lebih lanjut, Ikram Idris mengatakan, terkait pernyataan Ketua Aliansi bahwa ketua BPD lari setelah membuka segel kantor BPD itu hanya narasi yang dibuat-buat.
“Perlu saya tegaskan bahwa atas pengklaiman Aliansi bahwa Lembaga BPD atau Ketua BPD sudah berkompromi dengan pemerintah untuk menutupi-nutupi kasus Korupsi di Desa Kalikur WL itu adalah pandangan subjektif Ketua Aliansi, Sengaji Kamarudin,” ujar Ketua BPD Kalikur WL.
(Antonius Rian/Redaksi)