Di Desa Walangsawa, Kecamatan Omesuri, Lembata, masih tersimpan dua buah sarung pusaka yang diyakini milik leluhur orang Kedang yang bernama Pulo Lamale’ang. Dijelaskan oleh Bapak Ismail Leu Werun, sarung tersebut diwariskan turun-temurun oleh leluhur dari suku (marga) Leu Werun. Mulanya, sarung tersebut berasal dari dedaunan sebuah pohon yang dalam bahasa setempat disebut Ai Lolon Tola Ain Bala yang bisa diterjemahkan menjadi Daun Kapas (sarung dari kapas) dan rantingnya menjadi gading. Diceritakan bahwa pohon tersebut bertumbuh di atas kubur milik Pulo Lamale’ang.
Hal tersebut diyakini oleh para tetua di Kedang sebagai sebuah kebenaran. Bukan hanya bapak Ismail Leu Werun yang mengakui keunikan dari dua buah sarung kuno tersebut, melainkan masih banyak tetua Kedang yang pernah dijumpai awak media, menegaskan hal demikian.
"Lebih unik lagi, kedua sarung tersebut bisa berubah-ubah bentuk secara otomatis. Kalau bulan sabit, sebagian sarung itu akan robek dan kusut, tapi kalau bulan purnama itu dia punya bentuk itu seperti sarung yang baru beli, masih baru dan tidak robek,” tandas Ismail Leu Werun.
Tidak Boleh Ambil Foto
Ismail Leu Werun menceritakan bahwa sarung tersebut tidak sembarangan dilihat oleh para tamu apalagi sampai mengambil foto. Karena itu, jika ada yang mau melihatnya, kamera HP mesti dimatikan.
“Dulu ada tamu mancanegara yang pernah tawar untuk beli sarung ini dengan harga miliaran, tapi kami tidak mau jual. Mereka juga pernah foto tapi pas malam harinya, sarung ini memberontak seperti manusia yang sedang marah. Jadi sampai sekarang kami tidak ijinkan orang untuk foto,” lanjutnya.
Sarung yang diwariskan oleh Pulo Lamale’ang masih ada dan menjadi bukti bahwa orang Kedang memiliki keunikan-keunikan masa lampau yang masih tersimpan hingga kini. Ukuran dua sarung tersebut berbeda, salah satunya lebih panjang dan satunya lagi agak pendek. Walaupun sudah berumur ratusan tahun, sarung tersebut masih terlihat awet.
(Antonius Rian/Redaksi)