Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Maluku Utara, Gajali Abd. Mutalib kepada INBISNIS.ID pada Jumat (11/2) mengatakan bahwa kebutuhan ayam di Malut sangat besar. satu distributor besar satu bulan 8 sampai 10 konteiner. Disini ada sekitar 3 distributor besar. Belum lagi yg masuk tambang. Salah satu perusahaan tambang yang ada di Malut saja 5 sampai 7 konteiner.
“Ini merupakan potensi bagus”, tutur Gajali.
Kebutuhan ayam potong dan telur ayam ras di Malut, menurut Gazali, sangat besar untuk di Kota Ternate misalnya untuk telur berada di angka 50 ribuan butir perhari, tetapi sebagian besar harus didatangkan dari provinsi lain karena produksi daerah ini sangat terbatas. Karena didatangkan dari luar, maka perhitungan biaya pengiriman harus diperhitungkan.
Akademisi Unkhair, Mukhtar Adam memberikan asumsi bahwa rata-rata 14 butir perkilogram, untuk muat kontainer 20 Fit, atau setara 20 ton maka 280 butir dalam satu kontainer.
Lia Santoso direktur PT TAL ekspedisi TOL Laut, bahwa biasanya dalam satu kontainer berisi 1008 ikat, jadi kalau 1 ikat sama dengan 180 butir telur, maka 1 container itu sebanyak 181.440 butir.
Baca Juga : "Solusi tetap sehat dan bugar di masa Pandemi, Ternate, cek disini untuk tahu rahasianya"
Terkait dengan lama perjalanan transportasi hingga tiba di Malut, menurutnya tidak ada masalah karena khusus untuk Malut ada 2 kapal yang melayani rute Malut.
Dari hitung-hitung peluang usaha perdagangan telur ayam dengan adanya TOL laut sangat membantu untuk pulau-pulau terluar seperti di Morotai.
Konektifitas antara pulau dengan TOL laut bisa menjadikan satu harga untuk pulau, Weda, Jailolo maupun Morotai’, tutur Mukhtar Adam.
Namun persoalannya juga tergantung pada kondisi iklim dan cuaca, karena beberapa pengalaman menunjukkan bahwa jika terjadi cuaca iklim yang tidak bersahabat, membuat perhubungan laut terganggu, hal ini dampaknya juga pada kelangkaan beberapa komoditi di Maluku Utara termasuk harga telur.
(Pesanan telur dari Surabaya ke Malut melalui kontainer)
Pengalaman ini di alami oleh Gajali (Ketua Apindo) menurutnya Hambatan yang sering dialami ketika mendatangkan pakan ternak dari Manado atau Surabaya adalah terjadinya cuaca ekstrem di laut sehingga kapal pembawa tidak bisa berlayar ke Malut.
Ia mengaku pernah terpaksa harus membeli beras kemudian dimasak untuk makanan ayam potong yang diternaknya, karena kapal pengangkut pakan ternak tidak bisa berlayar ke Malut akibat cuaca ekstrim.
Baca Juga : "Solusi tetap sehat dan bugar di masa Pandemi, Ternate, cek disini untuk tahu rahasianya"
“Saya punya pengalaman saat musim ombak tidak ada kapal dari manado yg masuk sekitar 1 minggu. Pakan di semua toko habis. Akhirnya selama 3 hari saya kase makan nasi, hingga brdampak pada bobot ayam saat dijual”, tutur Gajali.
Sementara terkait persoalan yang dialami Gajali, seorang dokter asal Malut juga seorang pengusaha, James Djou, mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah dorong peternak ayam petelur di Jailolo (Halbar), dukung dalam hal pembiayaan. Lumayan uang nya berputar di Malut. Sekarang ini kan sudah ada tinggal persoalannya pakan saja.
“Buat pakan di tempat produksi jagung terbesar di Jailolo (Halmahera Barat) biar tidak tergantung dari derah lain. Sebenarnya sudah pas, karena Jailolo juga dikenal sebagai penghasil Jagung di Malut”, terang James.
Hal ini dibenarkan oleh seorang pengusaha nasional, Hanny Katili bahwa sebenarnya pakan tidak akan sulit jika mau buat konsentratnya, kita cukup banyak limbah tulang ikan, dedak kumpul dari sentra-sentra produksi pertanian termasuk jagung giling sendiri.
“Semua ini kalau pemerintah punya niat pasti kesulitan bisa diatasi. Kami pengusaha siap, namun harus ada dukungan dari semua pihak. Apalagi kebutuhan ayam dan telur di Malut sangat besar. Ini potensi dan peluang. Kita harus merubah semua tantangan dan hambatan menjadi peluang”, pungkas Gajali.
( Anto Hoda / FF )