Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti menjelaskan penyelenggaraan Pilkada di masa kenormalan harus tetap direncanaan dengan baik dan pelaksanaanya dilakukan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, mengingat sekarang saja banyak yang tidak disiplin.
“Dengan banyaknya resiko, maka bukan hal yang salah kalau Pilkada diundur, karena yang menjadi prioritas adalah hak warga pada hak keamanan atas kesehatan,” ujar Nuke pada Webinar “Polemik Penyelengaraan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19” dikutip Humas LIPI Jakarta.
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor, berpendapat bahwa pelaksanaan Pilkada bukan hanya masalah tanggal pelaksanannya, namun juga cara pelaksanannya karena berkaitan erat dengan demokrasi.
“Pilkada akan terkait dengan Pemilihan Umum (Pemilu) yang juga terkait demokrasi, dimana pemerintahan dibentuk melalui pemilu. Tugas kita memastikan hakekat agenda jangan sampai Pilkada maupun Pemilu berjalan dengan tanpa makna,” ungkap Firman.
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Moch. Nurhasim, menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara-negara yang melakukan penundaan dalam pemilihan umumnya, Indonesia termasuk negara yang memberikan penundaan paling singkat, yaitu hanya tiga bulan. Lebih jauh ia menjalaskan bahwa pilihan untuk melakukan Pilkada tidak serentak maupun online perlu pertimbangan yang matang.
“Di dalam situasi Pilkada, yang terjadi adalah tantangan professionalisme dan integritas penyelenggara. Jangan sampai dalam situasi pandemi seperti ini terjadi sengketa bila Pilkada dilakukan secara tidak serentak ataupun online,” ujar Hasim. (Sab/Red)
Sumber: Humas LIPI Jakarta
Editor: Brina