Sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) yang akrab disapa Ahok juga telah divonis menistakan agama Islam beberapa tahun lalu.
Kasus Desak jika dibandingkan dengan Basuki:
OBJEK PELAPORAN YANG DISEBUT MENISTAKAN AGAMA
Basuki dalam pidatonya pada tanggal 27 September 2016 terkait budidaya ikan kerapu dilaporkan menyinggung agama Islam dengan pernyataan bahwa Surat Al-Maidah 51 bersifat membohongi dalam pemilu.
"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu nggak bisa pilih saya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan nggak bisa kepilih nih, karena takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, nggak apa-apa," sebut Basuki dalam pidatonya.
Majelis hakim pada persidangan 9 Mei 2017 menyebut, ucapan Ahok telah mengandung makna negatif.
Sedangkan pada kasus Desak, dalam pidatonya, dia telah menyinggung perasaan umat Hindu dibuktikan dengan ramainya pelaporan yang dilakukan oleh instansi dan masyarakat Hindu terutama di Bali.
Kalimat yang menjadi titik permasalahan dalam kasus ini, pertama yaitu pemahaman tentang banyaknya Tuhan di Hindu.
"Trus ada Tri Murti, Brahma, Wisnu, Siwa, pencipta, pelebur, pemelihara. Jadi saya lebih bingung juga kok ada banyak Tuhan gitu loh bapak/ibu," ujar Desak.
Kemudian, pemahaman yang dianggap 'menyesatkan' terkait Ngaben, dia merasa takut pada ritual Ngaben Bali (kremasi) yang menyebabkan dirinya demam panas dingin.
"Apa arti ngaben, ngabis-ngabisin biaya, orang miskin dan sebagainya harus ngaben," ujar dia.
Serta pernyataan bahwa Agama Hindu itu'mengakal-akali'
"Agama Hindu itu menurut saya budi akal manusia, kenapa budi akal manusia, 'diakal-akali', ibu bapak sekalian," kata Desak.
Sehingga, hal tersebut menyebabkan muncul reaksi dari masyarakat Hindu bahwa Desak Darmawati telah melakukan penistaan terhadap Agama Hindu.
PERMINTAAN MAAF KEPADA PUBLIK
Pada tanggal 10 Oktober 2016, Basuki menyampaikan maaf kepada umat islam terkait ucapannya yang dinilai melecehkan agama Islam.
"Saya sampaikan kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung, saya sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam atau apa," ujar Basuki di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (10/10/16).
Kemudian, pada tanggal 21 November 2016, Basuki kembali meminta maaf melalui tayangan videonya bersama Nusron Wahid. Nusron memberikan nasihat kepada Basuki untuk meminta maaf secara tulus kepada masyarakat Muslim.
"Memang saya sudah sampaikan beberapa kali minta maaf gitu ya. Saya juga mohon maaf buat Pak Nusron dan teman-teman partai, polisi, TNI, saksi ahli termasuk umat Islam yang dukung maupun tidak mendukung. Dengan kejadian ini saya juga menerima untuk mengoreksi diri untuk intropeksi," kata Basuki.
"Saya mohon maaf untuk banyak pihak terutama umat Islam yang menjadi tersinggung dengan kejadian ini. Saya secara pribadi tidak ada niat untuk menista agama. Pelajaran berharga buat saya, sadar harus ada intropeksi memperbaiki cara komuniasi," sambung dia.
Kemarin, Sabtu (17/4), Desak Darmawati telah meminta maaf dengan mencantumkan Para Sulinggih, Pandita dan Pinandita, Parisadha Hindu Dharma Indonesia, Organisasi Kemasyarakatan Hindu Tingkat Nasional, Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Organisasi Kemasyarakatan Bernapaskan Adat dan Agama di Bali, Ketua DPD Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali, serta segenap masyarakat atau Umat Hindu.
Poin permohonan maaf tertulis yang disampaikan kepada Ketua PHDI Pusat Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan disaksikan Dirjen Bimas Hindu Tri Handoko Seto serta undangan lainnya tersebut di antaranya :
1. Desak menyatakan tidak bermaksud dan tidak memiliki niat untuk menista dan mengolok-olok agama Hindu dan masyarakat Umat Hindu. Hal itu terjadi semata-mata disebabkan karena kelemahan dan kelalaiannya.
2. Setelah memperhatikan masukan, saran dan kritik dari berbagai pihak maka dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, Desak mengakui dan menyadari bahwa pernyataannya telah menyinggung dan melukai masyarakat atau umat Hindu dan pemuka agama Hindu, serta kehidupan bersama antar umat beragama yang harmoni di dalam masyarakat.
3. Desak menyampaikan permohonan maaf kepada segenap masyarakat atau umat Hindu dan Pemuka agama Hindu serta segenap masyarakat Indonesia atas kekeliruannya.
4. Desak akan bertanggungjawab terhadap semua akibat yang ditimbulkan oleh kelalaiannya. Namun demikian, dirinya sangat berharap masyarakat atau umat Hindu beserta masyarakat Indonesia dapat menerima pernyataan permohonan maaf tersebut dan dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
HUKUMAN YANG DIJATUHKAN
Basuki divonis bersalah oleh Majelis Hakum Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam kasus dugaan penodaan agama. Ketua majelis hakim pada saat itu, Dwiarso budi Santiarto menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun.
"Menyatakan Ir. Basuki Tjahaja Purnama terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penodaan agama dan menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan memerintahkan terdakwa ditahan," ujar Dwiarso, Selasa (9/5/17).
Pasal yang digunakan untuk memidana Basuki adalah Pasal 156 KUHP yang mengatur tentang "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana pencara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,".
Sedangkan pada kasus Desak Darmawati, saat ini telah dilakukan pelaporan oleh beberapa pihak instansi Agama Hindu kepada Kepolisian.
Untuk kasus tersebut, pasal yang dapat dijatuhkan untuk memvonis Desak adalah Pasal 156 KUHP atau Pasal 156a KUHP. Pasal 156a KUHP mengatur tentang "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,".
KONKLUSI HUKUMAN
Kasus Basuki yang dijatuhi Pasal 156 karena menurut Jaksa, dari Buku yang ditulis Basuki, pernyataan Basuki 'membohongi Al Maidah ayat 51' bukan dimaksudkan kepada umat Islam, namun elit politik, sehingga tidak digunakan pasal 156a.
Sedangkan kasus Desak, dapat dilanjutkan ke persidangan dan diputus pidana jika terbukti bersalah. Pidana bukan saja sebagai pembalasan, namun menjadi sarana agar terbentuk rasa jera sehingga tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi.
Pasal yang dapat dijatuhkan adalah Pasal 156a karena Desak disinyalir mengeluarkan perasaan yang menodai agama Hindu.
(Koko)