INBISNIS.ID, DENPASAR - Jika disodorkan dengan pertanyaan, “pilih menjadi pebisnis, memiliki profesi, atau bekerja?” tentu jawaban yang diperoleh akan berbeda dengan alasan yang beraneka ragam pula.
Namun sebagian besar akan menjatuhkan jawabannya menjadi seorang pebisnis atau memiliki profesi jika dibandingkan dengan bekerja atau menjadi seorang pekerja. Hal ini sah-sah saja, karena jika dilihat kehidupan atau taraf ekonomi pemilik bisnis atau pemilik profesi di masyarakat sangatlah berkecukupan atau bisa dikatakan mapan.
|Baca Juga: Penista Agama Hindu Desak Darmawati Minta Kasusnya Diselesaikan Secara Kekeluargaan
Sebelum membayangkan menjadi seorang pebisnis atau seorang profesi yang tersohor ada baiknya memahami tentang apa itu bisnis atau profesi. Menurut Grififin dan Ebert (2007) bisnis adalah organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan laba.
Sedangkan Profesi menurut A.S. Moenir (2002: 63) adalah aktivitas intelektual yang dipelajari termasuk pelatihan yang diselenggarakan secara formal ataupun tidak formal dan memperoleh sertifikat yang dikeluarkan oleh sekelompok / badan yang bertanggung jawab pada keilmuan tersebut dalam melayani masyarakat, menggunakan etika layanan profesi dengan mengimplikasikan kompetensi mencetuskan ide, kewenangan keterampilan teknis dan moral serta bahwa perawat mengasumsikan adanya tingkatan dalam masyarakat.
Bila dilihat dari pengertian bisnis dan pengertian profesi tersebut diatas, yang menjadi tujuan utama dari keduanya baik bisnis ataupun pemilik profesi adalah memperoleh keuntungan atau laba, sedanhkan perbedaannya hanya pada aktivitas, dimana pada profesi kegiatan yang lebih ditonjolkan adalah kemampuan intelektual.
Menurut ilmu ekonomi, secara umum laba dapat diperoleh apabila pendapatan yang dikumpulkan lebih besar dari pada beban atau biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan.
Dalam prakteknya memperoleh laba tidak hanya dengan rumus Pendapatan dikurangi Beban atau Biaya. Ada banyak faktor yang harus diperhatikan pebisnis atau pemilik profesi, diantaranya ada faktor lingkungan, faktor adat budaya setempat hingga faktor fiskus atau pemerintah. Faktor-faktor ini dapat dikemas dalam kemasan Etika Bisnis dan Profesi.
Tujuan dari Etika Bisnis dan Profesi adalah menekankan kepada pelaku bisnis dan pemilik profesi agar dalam setiap mengelola, menjalankan, dan mengatur kegiatan bisnis atau profesinya harus selalu memperhatikan dan berpedoman kepada prinsip moralitas dan norma-norma hukum yang ada dan yang berlaku, bukan sekedar mencari keuntungan dengan berbagai cara.
|Baca Juga: Hindu dan Toleransi Kehidupan Beragama
Bila Etika Bisnis dikaitkan dengan lingkungan dan budaya setempat, pebisnis atau pemilik profesi dapat menerapkan program CSR. Pemilihan program CSR dengan berbasis budaya dan adat setempat dapat dicontohkan dengan Program CSR berbasis pada Konsep Tri Hita Karana.
Dimana konsep Tri Hita Karana secara umum tujuannya adalah menjalin hubungan harmonis dengan Pencipta, menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan, serta menjalin hubungan harmonis dengan orang-orang yang ada di tempat tersebut. Selain itu pebisnis atau pemilik profesi selalu dituntut untuk menjadi warga negara yang baik.
|Baca Juga: Beda Penanganan Kasus Penistaan Agama Antara Desak Darmawati dan Ahok
Salah satu tuntutan menjadi warga negara yang baik yang harus dijawab dan diwujudkan adalah dengan memiliki etika dan itikad yang baik dalam hal memenuhi kewajiban pembayaran pajak yang timbul dari kegiatan bisnis atau profesi yang dilakukan.
Dengan adanya penegakan etika dalam bisnis dan profesi, maka kucuran keuntungan atau laba yang diperoleh oleh pebisnis atau pemilik profesi akan sangat terasa dan sangat bermanfaat, baik bagi si pemilik bisnis dan si pemilik profesi, maupun lingkungan sekitar dan pemerintah, sehingga istilah “Dumogi Mesari” dapat diwujudkan.