Shadia sebelumnya bekerja sebagai penerjemah dan juga menjabat sebagai kordinator Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA).
Dirinya pernah mengorganisir jutaan masa bebondong-bondong ke Banda Aceh bersama SIRA pada tahun 1999.
Perempuan yang melangsungkan pendidikan tinggi jurusan Hubungan Internasional di Universitas Nasional dan Arabic di American University di Cairo, Mesir ini mendeklarasikan Liga Inong Aceh (LINA) tahun 2006.
Baca Juga: Krisna Yanti, Kartini Bali Pendiri Kakak Asuh Bali
Dibentuknya LINA bertujuan agar perempuan Aceh bisa turut serta berpolitik dalam memikirkan nasibnya serta menyalurkan aspirasinya.
LINA merupakan organisasi yang menampung aspirasi politik kaum perempuan di Aceh seperti "Inong Balee" sebelum perjanjian damai disepakati.
Shadia Marhaban mendapatkan penghargaan pada 5 Oktober 2017 di Den Haag, Belanda dari Mediator Beyond Borders International (MBBI) dan Stichting Mediators karena upaya dan pejuangannya serta terlibat dalam proses perdamaian Aceh.
Shadia juga mendapatkan penghargaan atas upaya perdamaian yang dilakukannya di wilayah konflik seperti Filipina, Colombia, Myanmar, Nepal, Thailand.
Baca Juga: Mengenal Maria Geong, Kartini Dari Tanah Flobamora
Upaya yang dilakukannya seperti mempromosikan dialog dan gencatan senjata yang menjadi ujung tombaknya.
Shadia juga dipercaya menjadi penasihat gerakan-gerakan bersenjata di beberapa wilayah Asia Tenggara. Ia juga menjadi penejemah bagi jurnalis asal Amerika Serikat bernama William Nesen yang pernah tejebak dalam konflik bersenjata antara GAM dengan pasukan Pemerintah RI.
(Dwi/Red)