wrapper

Breaking News

Monday, 17 May 2021

Banyak Warga Sipil Tewas Dalam Konflik Hamas-Israel, Bagaimana Pertanggungjawabannya?

Ditulis Oleh 
Rate this item
(1 Vote)

--------------------

INBISNIS.ID, JAKARTA - Konflik antara Hamas dan Israel hingga Senin (17/5), telah menimbulkan setidaknya 188 warga terbunuh di Gaza, di antaranya mencakup 55 anak-anak dan 33 perempuan, serta 1.230 orang mengalami luka. Warga yang menjadi korban tidak hanya kombatan atau angkatan bersenjata (armed forces), namun juga warga sipil.

Apakah Warga Sipil Memiliki Hak Perlindungan dari Perang?

Dalam peperangan, berdasarkan Protokol I Tahun 1977 yang merupakan penyempurnaan Konvensi Den Haag 1907, Pasal 48 mengatur secara tegas bahwa kombatan (combatans) dan penduduk sipil (civilians) hendaknya dipisahkan.

Aturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil pada saat terjadi gencatan bersenjata. Selain itu, perlu dibedakan juga antara objek sipil dan objek militer. Sehingga sasaran perang tidak kepada objek-objek sipil dan mengarahkan operasi terhadap sasaran militer saja.

Selain itu, pihak yang berperang dilarang untuk memaksa baik secara jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan, menimbulkan penderitaan jasmani, menjatuhkan hukuman kolektif, mengadakan intimidasi, terorisme, dan perampokan, melakukan tindakan pembalasan terhadap penduduk sipil dan menangkap orang-orang untuk ditahan sebagai sandera.

Bagaimana Jika Warga Sipil Menjadi Korban Perang?

Menurut Konvensi Jenewa 1949, jika sebuah negara melakukan pelanggaran hukum humaniter atau hukum perang, akan dikenai hukuman. Hukuman awalnya akan dilakukan oleh pengadilan nasional negara yang berperang.

Artinya, bila terjadi suatu kasus pelanggaran hukum humaniter maka si pelaku akan dituntut dan dihukum berdasarkan peraturan perundangan nasional dan dengan menggunakan mekanisme peradilan nasional yang negara bersangkutan. Jika mekanisme ini tidak berhasil, maka akan dilanjutkan pada pengadilan internasional.

Secara umum terdapat 5 bentuk sanksi atau akibat hukum terhadap pelanggaran mengenai hukum perang, yaitu: Protes, Penyanderaan, Kompensasi, Reprisal, dan Penghukuman pelaku yang tertangkap. Selain itu, bagi pihak yang berperang dapat dikenakan Kompensasi, Sanksi militer dan Non Militer.

Bagaimana Prinsip Perang Yang Baik

Dalam perang, tidak benar atau salah jika suatu pihak memulai perang, namun yang patut digarisbawahi adalah apakah perang itu sah (justified) atau tidak. Teori just war yang berkembang berabad-abad memberikan dua prinsip yaitu jus ad bellum dan jus in bello.

Jus ad bellum berarti bagaimana suatu pihak dibenarkan memulai peperangan dan Jus in bello berarti bagaimana perang itu mestinya berlangsung.

Pada prinsip jus ad bellum, salah satu yang mesti ada yakni alasan berperang yang dibenarkan. Apakah perang itu ditujukan untuk mencegah agresi, melindungi nyawa orang banyak, dan lain-lain, atau untuk menguasai wilayah (kolonialisme).

Pada era ini, perang itu, secara sederhana, mesti dilaksanakan dalam rangka membela diri atau membela pihak lain yang diperlakukan tidak adil atau terancam (self defence).

Sedangkan pada jus in bello, dikenal berbagai prinsip pelaksanaan perang yang adil. Di antaranya membedakan antara kombatan (pasukan bersenjata) dan non kombatan (warga sipil sipil, palang merah dan tawanan perang). 

Dan yang terpenting, pertempuran harus berdasar pada military necessity, misalnya hanya menghancurkan objek militer yang dianggap perlu dan menerapkan asas proporsionalitas dengan tidak menyasarkan target kepada objek-objek sipil secara membabi buta demi keunggulan militer.

(PTW/Redaksi)

Dibaca 288 Kali

INBISNIS dibangun dalam rangka mendukung dunia usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa Indonesia dan seluruh warga dunia.

Ikuti Kami