Untuk menjaga hubungan atau relasi dengan alam, maka pada Sabtu (29/1) segenap anggota suku Odel Wala melakukan ritual adat tradisional di mata air Wei Lawan, Desa Panama, Buyasuri. Ritual ini dipimpin oleh molan (imam adat) Leu Peu dan didampingi oleh molan Dore Raha’.
Salah satu alasan diadakan ritual ini bertolak dari keyakinan bahwa manusia dan alam adalah saudara. Selain itu, sesuai penuturan para tetua suku Odel Wala, bahwa mata air tersebut memiliki kisah legenda panjang yang berkaitan dengan leluhur suku Odel Wala yakni Timu Bou.
Tujuan lain dari ritual tersebut untuk menyadarkan manusia agar menjaga alam bukan “memperkosanya” atas nama pembangunan. Hal ini beralasan karena ada informasi bahwa pembangunan di Desa Panama, Buyasuri yang memanfaatkan Wei Lawan tidak berlandaskan pada adat-istiadat tradisional yang diwariskan leluhur. Karena itu, secara adat, suku Odel Wala yang adalah pemilik atau punya relasi khusus dengan penunggu dari mata air Wei Lawan menggelar ritual untuk memohon persahabatan dan juga berkomitmen untuk menjaga mata air tersebut agar bisa menjadi sumber hidup banyak orang.
Wei Lawan untuk Semua Orang Bukan untuk Bisnis
Salah seorang tetua suku Odel Wala, Martinus Meang Odel mengatakan, sesuai legenda, mata air tersebut bisa muncul dari dalam tanah setelah leluhur mereka yakni Timu Bou dikorbankan. Jadi, mata air tersebut manfaatnya untuk melayani semua orang secara gratis bukan untuk bisnis sepihak yang merugikan banyak orang.
“Air itu kita korbankan manusia jadi manfaatnya untuk semua orang minum bukan untuk lahan bisnis. Jadi salah satu maksud dari ritual ini juga kita mohon ampun kepada penunggu air (Timu Bou) karena pengorbanannya dimanfaatkan untuk kepentingan sepihak. Kami buat ritual juga mau yakinkan banyak orang bahwa kami selaku suku Odel Wala merasa tidak dihargai ketika pemanfaatan air Wei Lawan di Desa Panama tidak melewati ritual adat yang seharusnya menjadi tanggung jawab kami,” ungkapnya usai ritual di Wei Lawan.
Ia juga melanjutkan bahwa manfaat air tersebut tidak boleh menjadi milik pribadi Desa tertentu tetapi menjadi milik bersama semua orang yang sudah puluhan tahun menikmati mata air Wei Lawan. Hal ini, ia maksudkan agar tidak terjadi konflik antardesa dalam kaitan dengan pemanfaat mata air tersebut.
“Wei lawan ini untuk semua orang tanpa batas. Dari desa mana saja boleh minum air ini karena kita semua bersaudara dan air ini diwariskan oleh leluhur untuk melayani semua orang,” sambungnya.
Untuk diketahui, turut hadir dalam ritual tersebut, para tetua dari suku Odel Wala, utusan dari masing-masing suku di kampung Aliuroba, dan Kepala Desa Mahal, Fransisko Orolaleng selaku pemerintah dan juga keluarga.
(Antonius Rian/Redaksi)