wrapper

Breaking News

Saturday, 06 Nov 2021

MGMP St. Sirilus Rana Mese Gelar Workshop HOTS

Ditulis Oleh 
Rate this item
(0 votes)
MGMP St. Sirilus Rana Mese Gelar Workshop HOTS

--------------------

INBISNIS.ID, BORONG - Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Agama Katolik & Budi Pekerti st. Sirilus Rana Mese, Manggarai Timur menggelar workshop “Metode Penulisan soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) dan Penilaian dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti''. 

Kegiatan Workshop yang didanai oleh  Seksi Pendidikan Agama Katolik Kementerian Agama Manggarai Timur, berlangsung selama dua hari penuh, 4-5 November 2021, bertempat di SMPN 4 Borong Kaca, Sita.

Diketahui, yang menjadi peserta dalam kegiatan Workshop ini ini adalah guru-guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMP dan SMA/SMK. Sementara yang menjadi narasumbernya, Dr. Marianus Mantovanny Tapung, S.Fil., M.Pd., Dosen Unika St. Paulus Ruteng dan Pelipus Asol, SH., Kepala Seksi Pendidikan Agama Katolik Kementrian Agama Manggarai Timur, Pelipus Asol, S.H selaku Kepala Seksi Pendidikan Agama Katolik dan Benediktus Jak, S. Fil sebagai Pengawas Pendidikan Agama Katolik Kementerian Agama Kab. Manggarai Timur.

El. Rudy Jelahu, S. Fil sebagai ketua Panitia kegiatan sekaligus ketua MGMP St. Sirilus dalam sambutannya, kegiatan penguatan kapasitas guru, seperti kemampuan menyusun sosial HOTS merupakan bagian dari upaya meningkatkan mutu pendidikan di wilayah Manggarai Timur, terutama dalam bidang Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

Rudy mengatakan, dirinya sangat diharapkan kegiatan seperti ini senantiasa berkesinambungan untuk dijalankan, sehingga guru-guru memiliki kemampuan dasar dan mengembangkan keterampilan dirinya sebagai pembelajar yang baik pada masa yang akan datang. 

Menurutnya, secara sepintas, mutu pendidikan di NTT umumnya masih sangat rendah bila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia.

Kenyataan ini sering kita baca atau saksikan melalui siaran atau berita dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik, entah media mainstream ataupun media online. Hal ini pun acap kali menjadi tema perbincangan pada level lokal, regional maupun level nasional.  Betapa tidak, setiap kali hasil ujian nasional (UN) dirilis secara terbuka, NTT selalu menempati posisi paling buntut,” ujarnya.

Ia melanjutkan, dalam beberapa tahun terakhir, wilayah NTT juga masuk dalam daerah tujuan penempatan para guru Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) atau Guru Garis Depan (GGD).

Adanya penempatan guru SM3T atau GGD (dari luar NTT)  menjadi salah satu indikator bahwa pendidikan  di NTT masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Di samping itu ketersediaan dan penempatan guru yang profesional masih belum tercukupi. Hal ini dialami di hampir semua Kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Di Manggarai Timur misalnya, ada sekolah SMP yang memiliki total guru dan pegawainya 19 orang, tapi cuma memiliki satu orang PNS/ASN, selebihnya adalah guru/ pegawai komite. Dari segi biaya, hal ini sangat membebani orang tua siswa karena harus membayar iuran komite.

"Masih di Manggarai Timur, ada sekolah (SMPN) yang sudah hampir 8 tahun berdiri dan memiliki enam rombel, tiap rombel terdiri dari 25-30 peserta didik namun cuma memiliki 1 ruangan kelas permanen yang dibangun pemerintah. Rombel yang cukup banyak itu terpaksa harus nebeng di sekolah SD terdekat yang kebetulan memiliki gedung bekas yang tidak terpakai,” ungkapnya.

Keterpurukan NTT di bidang pendidikan ini selain disebabkan oleh faktor 3T dan SDM di atas, juga disebabkan oleh  ketersediaan sarana dan prasarana yang belum memadai di setiap sekolah, masih ada sekolah yang menggunakan gubuk reyot sebagai tempat belajar, ketika hujan badai melanda kumpulan anak bangsa yang sedang belajar di sekolah tersebut terpaksa bubar dan lari pontang panting, lantaran atap sekolahnya seakan dipindahkan secara paksa ke sebelah bukit oleh angin topan. 

Bukan hany bangunan atau kondisi fisik sekolah yang sangat minim dan memprihatinkan, kondisi non fisik juga tidak kalah miris. Misalnya, jangkauan sinyal internet yang terkesan masih malu-malu untuk melintasi  sekolah yang berada di pelosok desa dan di sudut dusun, sehingga ketika Assemen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) diterapkan, ada sekolah yang siswa dan gurunya harus membangun tenda darurat di pinggir hutan untuk menjerat sinyal internet saat ujian berlangsung. Ada juga peristiwa seorang guru terpaksa harus menggendong siswanya di pundak sang guru hanya mau menangkap jaringan internet. 

"Bagi para guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti (PAK-BP) se-kecamatan Rana Mese - Manggarai Timur,  walaupun mengalami kondisi serba terbatas seperti ini,  toh harus tetap memiliki idealisme dan semangat pengabdian guna meningkatkan mutu pendidikan di wilayah kami, minimal dalam mata pelajaran yang kami ampuh," jelasnya.

(Hendratias Iren/Redaksi)

Dibaca 427 Kali

INBISNIS dibangun dalam rangka mendukung dunia usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa Indonesia dan seluruh warga dunia.

Ikuti Kami