Michael Sunggiardi adalah salah satu pelopor pendiri warnet pertama di Indonesia pada tahun 1995 dan menjadikan Warnet berkembang sangat pesat di Pulau Jawa hingga akhirnya masuk ke Pulau Bali dan berkembang terus sampai sekarang.
Perkembangan Warnet di Bali pun dimulai pada tahun dua ribuan, awalnya hanya berkembang di Denpasar dan Badung namun sekarang telah berkembang pesat hampir di setiap sudut kota dan desa.
Melihat antusiasme pengguna internet yang sangat ramai, Komang Sudiatnyana pun tak mau ketinggalan mengambil peluang ini dengan mendirikan Mitra Internet di Jalan Tukad Pakerisan Denpasar yang menyediakan sepuluh bilik untuk mengakses internet.
"Saya lihat peluangnya pasti bakalan bagus karena tingginya antusiasme masyarakat yang penggunaannya bisa mencapai 80% sampai 90% , makanya saya buka terus dari pagi sampai tengah malam," kata Komang kepada INBISNIS.ID, Jumat (3/12).
Prospek bisnis warnet yang sangat menjanjikan selain dilirik oleh para investor, usai krisis ekonomi 1998 dimana banyak perusahaan bangkrut yang mengakibatkan banyak karyawan kena PHK, beberapa di antaranya memutuskan membangun warnet.
Komang menuturkan, dalam kurun waktu kurang dari dua tahun saja, jumlah warnet di Bali mengalami kenaikan yang cukup pesat, apalagi di Denpasar dan Badung yang padat penduduknya dan menjadi sentra perekonomian di Bali.
Nasib warnet sekarang jelas sangat berbeda, saat akses internet makin mudah didapatkan, mulai dari operator seluler yang gencar menciptakan penguatan jaringan internet yang bisa diakses dimanapun dan kapanpun melalui perangkat smartphone dan tablet mulai dari 2G, 3G, 4G hingga 5G yang sedang diatur regulasinya hingga layanan gratis di ruang publik dan kafe.
Saat ini masyarakat modern dan internet menjadi satu entitas tak terpisahkan. Gedung perkantoran, ruang publik dan kafe menyediakan akses internet tanpa batas atau WiFi gratis sebagai fasilitas standar.
"Buat kami yang penting Cafe nya ada WiFi gratis jadi bisa ngopi dan makan sambil kerja tugas kuliah,” kata Lily seorang mahasiswi di salah satu Cafe di Jalan Tukad Pakerisan.
Dari perkembangan yang ada sekarang praktis warnet tak lagi punya tempat dan semakin ditinggalkan apalagi jika keperluannya hanya untuk browsing, chatting, dan main media sosial.
Banyak warnet yang menyerah dan beralih dari bisnis ini. Ada pula beberapa yang masih setia menjalaninya, namun dengan sasaran yang berbeda. Salah satunya dengan menambah fungsi warnet atau mengalihkan fungsi warnet menjadi arena game online, Cafe atau penyedia layanan cetak dokumen.
"Rata-rata sekarang orang ke warnet hanya buat numpang print, jarang yang buat internetan. Mungkin karena di rumah sudah ada WiFi atau sekarang kan lebih gampang tinggal pake HP aja,” kata Nathan, petugas di Mitra Internet.
Komang menambahkan, apalagi dengan kondisi PPKM seperti sekarang ini ya warnet jadi makin sepi, makanya sebagian tempat parkir kami pakai buat gerai makanan dan minuman untuk menambah pemasukan karena kita harus tutup lebih awal mengikut aturan PPKM.
Berbeda dengan jalan yang dipilih Komang Sudiatnyana, Majesty Internet di Jalan Tukad Unda Denpasar memilih menyewakan sebagian tempatnya menjadi Cafe, bilik warnet yang semula ada 40 bilik kini tersisa 30 bilik.
"Kami terpaksa harus menyewakan sebagian tempat ini untuk menambah pemasukan biar bisa menutupi pengeluaran setiap bulan, kalau gak begini lama-lama warnet bisa tutup, kan kasihan masih ada karyawan yang kerja", kata Yoga salah seorang pengelola di Majesty Internet kepada INBISNIS.ID, Jumat (3/12).
Warnet kedepannya harus kembali menjadi sarana yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah untuk dapat menelurkan ide-ide yang berbasis kearifan lokal atau ide-ide kreatif lainnya.
“Jika warnet sekarang hanya fokus pada game center dan jasa teknis saja maka kami yakin bisnis ini akan makin ditinggalkan dan mati pelan-pelan,” tutup Yoga.
(Herman Yosef Subu Sadipun/Redaksi)